kabinetrakyat.comPIKIRAN RAKYAT – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga , mengatakan akan melakukan pengetatan dispensasi nikah . Hal ini untuk menekan angka perkawinan usia dini atau pernikahan dini.

“Perkawinan anak tidak boleh terjadi lagi karena melanggar hak anak, juga melanggar hak asasi manusia. Saat ini pemerintah juga sedang mengatur mekanisme untuk pengetatan dispensasi kawin agar tidak mudah untuk diperoleh,” kata Menteri Bintang Puspayoga dalam keterangan, Jakarta, Sabtu 14 Januari 2023.

Ia juga menyebutkan perkawinan anak memiliki banyak dampak negatif. Di satu sisi, perkawinan anak merusak masa depan anak itu sendiri dan akan menggerus cita-cita bangsa untuk menciptakan SDM yang unggul dan memiliki daya saing.

“Perkawinan memicu tingginya angka putus sekolah dan dari sisi kesehatan rentan terjadinya kematian ibu melahirkan, anemia, ketidaksiapan mental dan juga terjadinya malnutrisi,” jelas Menteri PPPA.

Ia juga melihat dari sisi ekonomi, dimana anak yang menikah pada usia anak terpaksa harus bekerja dan mendapatkan pekerjaan kasar dengan upah rendah sehingga kemiskinan ekstrem akan terus berlanjut. Belum lagi dengan ketidaksiapan fisik dan mental sehingga rentan terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

Menteri Bintang Puspayoga pun menyoroti kasus dispensasi kawin anak di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang terjadi akibat hamil di luar nikah. Kabupaten Ponorogo masih mencatatkan perkawinan anak yang tinggi.

Pada 2020 mencapai 241 kasus dispensasi kawin anak, naik menjadi 266 kasus pada 2021. Pada 2022, kasus dispensasi kawin anak mengalami penurunan menjadi 191 kasus.

“Kami mengapresiasi menurunnya kasus dispensasi kawin anak yang memperlihatkan bahwa semua pihak berupaya keras untuk mencegah bertambahnya angka perkawinan anak di Ponorogo,” kata Menteri PPPA dikutip Pikiran-Rakyat.com dalam Antara.

KemenPPPA telah berkoordinasi dengan Dinas PPPA Jawa Timur dan Dinas Sosial PPPA Ponorogo untuk memantau kasus dispensasi kawin anak di Ponorogo. Rencananya segera dilakukan koordinasi dengan Pengadilan Agama Ponorogo.

Langkah lebih lanjut, Dinsos PPPA Ponorogo akan bekerja sama atau membuat MoU dengan Pengadilan Agama terkait rekomendasi, pelaksanaan pembinaan, dan edukasi bagi calon pemohon dispensasi nikah .

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dalam laman pa-pulangpisau.go.id, dispensasi nikah merupakan upaya bagi mereka yang ingin menikah namun belum mencukupi batas usia untuk menikah yang ditetapkan oleh pemerintah. Orang tua anak dapat mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama melalui proses persidangan terlebih dahulu untuk mendapatkan ijin.

Adanya perubahan Undang-Undang Nomor 1/1974 menjadi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan mengatur soal batas usia perkawinan diubah menjadi 19 tahun.

Adapun beberapa tujuan ditetapkannya dispensasi nikah sebagai berikut:

1. Menerapkan asas sebagaimana dimaksud Pasal 2, yaitu asas kepentingan terbaik bagi anak, asas hak hidup dan tumbuh kembang anak, asas penghargaan atas pendapat anak, asas penghargaan harkat dan martabat manusia, asas non diskriminasi, kesetaraan gender, asas persamaan di depan hukum, asas keadilan, asas kemanfaatan dan asas kepastian hukum;

2. Menjamin pelaksanaan sistem peradilan yang melindungi hak anak;

3. Meningkatkan tanggung jawab orang tua dalam rangka pencegahan perkawinan anak;

4. Mengidentifikasi ada atau tidaknya paksaan yang melatarbelakangi pengajuan permohonan dispensasi kawin;

5. Mewujudkan standarisasi proses mengadili permohonan dispensasi kawin di pengadilan.

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari laman badilag.mahkamahagung.go.id, pada tahun 2019 hingga akhir tahun 2021, kasus pernikahan dini di Indonesia terus meningkat. Menurut data Kementerian PPPA dan BKKBN, kasus pernikahan dini meningkat 30 persen setiap tahunnya.

Di Jawa Tengah, pada tahun 2021, memiliki 8.700 kasus pernikahan dini yang mana ketika ingin melaksanakan pernikahan dan mendapatkan buku nikah harus melalui persidangan atau perkara Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama. Meningkatnya kasus pernikahan dini ini terjadi selama pandemi Covid-19, dan yang mengalami pernikahan usia di bawah 19 tahun banyak dialami oleh perempuan.

Berikut beberapa faktor yang menyebabkan pernikahan dini:

1. Sosial Dampak yang mempengaruhi hingga 28 persen pernikahan usia dini

2. Pola asuh keluarga. Contohnya Anak Korban Kasus Perceraian, kurang kasih sayang serta kurangnya perhatian.

3. Kesehatan, mulai dari keadaan mental, psikologi anak juga sangat mempengaruhi.

4. Ekonomi, Mengurangi beban di keluarga dengan cara menikahkan anak.

5. Kemudahan akses informasi, sepanjang januari juni 2020, Dirjen Badilag telah mencatat 34 Ribu Permohonan Dispensasi Nikah. dari jumlah tersebut, 97 persen permohonan dikabulkan dengan persentase 60 persen ialah pernikahan anak perempuan di bawah 18 Tahun.

6. Adat dan Budaya, adat dan budaya dapat disalahartikan di suatu komunitas yang kemudian membentuk semacam stigma, nilai, dan kepercayaan dan pelabelan sosial bagi anak yang belum menikah.

7. Pendidikan, Faktor Pendidikan berhubungan dengan pengetahuan, edukasi, serta komunikasi.

8. Agama.

9. Hukum.***

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan