Bank ‘Harry Tanoe’ & ‘Mochtar Riady’ Merger, Siapa Survivor?

kabinetrakyat.com – Kabar merger (penggabungan bisnis) antara bank Grup MNC PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) dan Grup Lippo PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU) kian santer belakangan ini. Hal tersebut kemudian memunculkan pertanyaan soal bank mana yang akan menjadi pengendali bank hasil merger.

Sebenarnya, isu merger tersebut sudah terdengar sebelumnya seiring keduanya disebut belum memenuhi aturan modal inti Rp3 triliun per 31 Desember 2022 berdasarkan POJK 12/2020.

Jika mengacu pada modal BABP per akhir September 2022 yang sebesar Rp 2,07 triliun, maka bank ini belum memenuhi modal inti. BABP sejatinya telah melakukan rights issue. Namun, saham baru yang diterbitkan melalui aksi korporasi ini tidak terserap penuh.

BABP sebelumnya menargetkan pendanaan Rp 1,2 triliun. Sedang dana yang terhimpun melalui rights issue hanya Rp 301 miliar. Artinya, masih belum cukup untuk memenuhi modal inti Rp3 triliun. Belakangan, lewat keterbukaan informasi pada 9 Februari 2023, pihak BABP menyangkal kabar bank belum memenuhi modal inti.

“Modal inti Bank per 31 Desember 2022 sudah memenuhi ketentuan sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 12/POJK.03/2020,” jelas Corporate Secretary Group Head BABP, Heru Sulistiadhi dalam keterbukaan.

Manajemen BABP juga bilang, OJK tidak pernah mengarahkan untuk merger “karena keputusan merger adalah kesepakatan para pihak dalam rangka meningkatkan kapasitas meniadi bank dengan modal inti Rp 6 triliun dengan kategori KBMI 2.”

Selain BABP, NOBU yang baru melaksanakan right issue di awal tahun dengan nilai emisi mencapai Rp 403,6 miliar dengan standby buyer Star Pacific.Namun dengan tambahan modal tersebut masih belum mencukupi ketentuan permodalan yang ditetapkan OJK mengingat tier-1 capital NOBU hanya Rp 1,62 triliun per 30 September 2022.

Nah, apabila keduanya berhasil merger, atau istilah teknisnya merger horizontal karena punya area bisnis yang serupa atau mirip, siapa yang akan menjadi pengendalinya?

Apabila belajar dari kasus merger tiga bank syariah BUMN menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi pemegang saham pengendali terbesar.

Ini sebagian seiring nilai pasar wajar dari total ekuitas Bank Syariah Mandiri (BSM), anak usaha BMRI sebelum merger, lebih tinggi dibandingkan PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS) dan PT Bank BNI Syariah (BNIS).

Sebagai ilustrasi, menurut KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan, nilai pasar wajar dari 100% ekuitas BRIS pada tanggal 30 Juni 2020 adalah sejumlah Rp7,59 triliun, BSM sejumlah Rp16,33 triliun dan BNIS sejumlah Rp7,99 triliun.

Total aset dan ekuitas BSM juga memang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Per Juni 2020, aset BRIS hanya Rp49,5 triliun. Sedangkan, Bank BNI Syariah memiliki aset Rp50,7 triliun dan BSM menjadi pemilik aset paling besar yaitu mencapai Rp114,4 triliun.

Adapun, dalam periode yang sama, total ekuitas BSM mencapai Rp9,97 triliun, BNIS sejumlah Rp5,23 triliun dan BRIS sebesar Rp5,21 triliun.Untuk itu, dalam kasus BABP dan NOBU, dengan asumsi valuasi perusahaan sama, dilihat dari ekuitas bank, MNC Bank berpeluang menjadi pemegang saham terbesar atau bahkan pengendali entitas hasil merger.

Total ekuitas BABP mencapai Rp2,39 triliun per 30 September 2022 sebelum memasukkan dana hasil rights issue Rp301 miliar sebagaimana disebutkan di muka. Sementara, total ekuitas NOBU sebesar Rp1,78 triliun per 30 September 2022, juga belum memasukkan dana rights issue Rp400,3 miliar.

Namun, Nobu juga punya keunggulan dalam hal total aset yang mencapai Rp21,25 triliun per 30 September 2022, di atas BABP yang sebesar Rp15,35 triliun. Ini tentu akan menjadi pertimbangan ke depan untuk menentukan pihak mana yang akan menjadi pengendali atau pemegang saham terbesar.Belum lagi, selain soal kontribusi modal, kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan merger juga bisa menjadi faktor penentu lainnya untuk menentukan pihak pengendali.

OJK Buka Suara

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, keduanya memang sudah dalam proses, bahkan telah memiliki tim yang mengurusi penggabungan atau merger tersebut.

“Sudah ada langkah-langkah ke arah realisasi merger-nya,” ujar Dian belum lama ini.

Dian menyebut, merger kedua bank ini sudah dilakukan sebelum deadline atau batas waktu yang ditentukan. Dia juga menyebut merger kedua bank ini sudah fixed dan tidak akan mundur. Bahkan, prosesnya dapat dipercepat sehingga menciptakan bank yang lebih kuat dari sebelumnya.

“Ini yang sudah pasti dulu. Tapi akuisisi yang lain belum bisa saya sebutkan karena ini masih dalam tahapan rencana-rencana yang belum bisa saya umumkan ke publik,” pungkasnya.

Dian menambahkan, jika membahas tentang kedua bank tersebut bukan hanya terkait pemenuhan modal inti, namun kekuatan dua ekosistem masing-masing bank yang dimiliki oleh konglomerat kakap Tanah Air.

“Saya kira kita sudah sama sama-sama tahu MNC dan Lippo ini kan dua grup konglomerat yang sangat kuat dan saya yakin betul mereka bisa bersinergi dengan baik. Menurut perkiraan, bulan Agustus seluruh proses bisa diselesaikan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae kepada CNBC Indonesia, Kamis (3/2).

Dian mengungkapkan, kedua bank tersebut sudah melakukan penandatanganan kesepakatan merger. Saat ini mereka juga sedang melakukan proses legal dan administratif.

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan