kabinetrakyat.com – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pemerintah saat ini tengah menyiapkan kebijakan yang masif dan antisipatif terkait menghadapi tantangan ekonomi pada tahun 2023 . Langkah ini terbilang perlu agar laju roda ekonomi di Indonesia tetap tumbuh sebesar 5,3 persen.

Pasalnya, sebagian pengamat menilai tahun 2023 sebagai periode yang penuh tantangan dalam segi ekonomi akibat adanya konflik perang dan pandemi. Sebagian negara pun sudah masuk dalam kategori resesi dan mengantre di pintu Dana Krisis Moneter (IMF) guna meminta bantuan keuangan.

Untuk itu, agar Indonesia tidak jatuh dalam kategori negara yang terkena resesi, Pemerintah RI bersiap menghadapinya dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang antisipatif.

Dari sektor riil saja, pemerintah berupaya meningkatkan kinerja industri yang berorientasi pada ekspor yang memiliki daya saing jual di pasar global.

Lebih spesifik, tiga primadona ekspor yang berpotensi memiliki daya saing tersebut adalah nikel, kelapa sawit berserta turunannya dan batu bara.

Tak hanya ekspor, pemerintah juga akan menetapkan kebijakan melarang ekspor dalam hal ini larangan ekspor bauksit yang mulai diberlakukan pada Juni 2023.

“Pemerintah juga telah menetapkan kebijakan larangan ekspor bauksit yang akan berlaku mulai Juni 2023. Mengingat sebagian besar alumina masih impor, pembangunan smalter di dalam negeri menjadi prospek yang menjanjikan,” kata Airlangga Hartarto, sebagaimana dipantau Pikiran-Rakyat.com dari situs resmi Kemenko Perekonomian RI.

Menurut Airlangga, guna mendorong laju pertumbuhan smalter, pemerintah akan merumuskan dukungan kebijakan. Kebijakan ini, kata dia, terkait dengan kebijakan insentif fisikal.

“Karena memang harga bauksit relatif rendah ya di bawah 60 dolar AS per ton, tetapi kalau dia sudah menjadi aluminium bisa di atas 2.300 dolar AS, jadi nilai tambahnya luar biasa,” ujarnya.

Lebih lanjut, Airlangga menegaskan pemerintah menyadari bahwa sejumlah daripada eksportir melakukan investasi yang tidak sepenuhnya direalisasikan.

Ia mengungkapkan mengenai ketetapan lama periode menahan valas dan sanksi Devisa Hasil Ekspor (DHE).

Hal ini diatur dalam PBI Nomor 21/14/PBI 2019 tentang devisa hasil ekspor dan devisa pembayaran impor dan PP Nomor 1 Tahun 2019 yang menjelaskan terkait Devisa Hasil Eskpor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan dan pengelolaan Sumber Daya Alam.

“Kalau devisanya parkir di negeri sendiri, seperti Thailand itu mewajibkan parkir selama 3 bulan, nah itu akan memperkuat cadangan devisa kita dan akan memperkuat kurs rupiah, inilah yang diperlukan di tahun 2023 ,” ujarnya.***

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan