Jeritan Pedagang di Glodok City yang Kini Sepi Bak Kuburan

kabinetrakyat.com – Siapa yang tak tahu dengan Glodok City. Pusat perbelanjaan legendaris yang telah berdiri sejak 1970-an ini dikenal sebagai pusat elektronik di ibu kota. Sayangnya, citra tersebut telah meredup.

Glodok City seakan tak mampu bertahan di tengah gempuran pusat perbelanjaan baru yang mulai menjamur serta maraknya toko online. Kondisi pandemi Covid-19 yang melanda RI pun menjadi pukulan telak.

Akhirnya, bangunan yang menjual alat elektronik hingga alat kesehatan ini pun semakin sepi bak kuburan. Jumlah gerai tutup pun bertambah dari waktu ke waktu, terutama di bagian lantai dua ke atas.

Penjual speaker di Glodok City, Asau mengatakan setelah pandemi mereda kondisi pusat perbelanjaan tersebut belum kembali seperti semula. Bahkan menurutnya, kemungkinannya sangat kecil.

“Orang-orang kan waktu pandemi kemarin sudah terbiasa dengan online. Jadi saya rasa untuk kembali ke dulu hampir nggak mungkin. Karena online itu,” kata Asau, kepada, Jumat (23/09/2022).

Asau yang telah berjualan di sana selama 6 tahun itu mengakui pandemi Covid-19 sebagai alasan utama Glodok City sepi, hingga memperkuat sektor toko online.

Meski demikian, ia tetap bersikukuh untuk tidak berjualan online. Baginya, kualitas produk merupakan nilai jual nomor satu. Nilai itu hanya dapat dipastikan dengan datang secara langsung.

Kondisi ini juga membuat para pedagang mesti berjam-jam menjaga gerainya walau kemungkinan pengunjung datang sangat kecil. Seperti yang dialami oleh salah seorang pemilik toko servis PlayStation di sana.

“Saya terus terang ke sini tuh cuman numpang makan sama ngopi sama ngobrol aja. Dari pada jenuh di kosan. Siapa tau ada rejeki orang lewat. Itu aja sebenarnya kalau untuk sekarang,” ungkapnya, yang tidak mau disebutkan namanya.

Pendapatan pelapak anjlok drastis. Cek halaman berikutnya.

Namun, sayangnya semakin ke sini, justru pelanggan makin sepi. Padahal, pandemi Covid-19 telah mereda. Ia juga turut mencoba lewat jalur online, namun hasilnya tidak terlalu signifikan.

“Saya buka juga online. Tapi coba aja ini lihat, saya packing cuman satu. Ini juga syukur ada. Istilahnya kadang buat keluarga, bayar kos aja udah susah,” katanya.

Terhitung sejak pandemi melanda, pendapatannya menurun drastis, hampir menyentuh 80%. Kondisinya sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Oleh karena itu, ia memutuskan tidak akan melanjutkan kontraknya yang akan habis pada Desember ini.

“Istilahnya dua hari tiga hari, bahkan kadang-kadang empat-lima hari nggak dapet pelanggan,” katanya.

“Dulu saya, datang dari pagi nyiapin online, dapet tuh 30. Udah beres service, udah ada yang nungguin. Kaya gitu. Sekarang beda, udah beda,” tambahnya.

Bahkan, ada saja pedagang yang justru merugi di tengah kondisi ini. Sebut saja Widya, yang telah berjualan kosmetik di Glodok City sejak 1970.

“Waduh, udah kaya nggak jualan. Ya kita orang paling tetangga-tetangga beli tisu, beli apa, gitu aja. Orang-orang kan sudah pada jualan online, jadi merosot,” ungkap Widya.

“Nggak ada untung, udah rugi. Biaya maintenance aja hampir Rp 600 ribu, listrik Rp 200 ribu, dan lain-lainnya,” tambahnya.

Meski demikian, Glodok City memiliki nilai sentimentil tersendiri bagi dirinya. Oleh karena itu, ia tetap bersikukuh untuk menghabiskan waktunya di sana.

Di sisi lain, gerai-gerai di area lantai dasar dan lantai 1 masih banyak yang beroperasi. Salah seorang pemilik kantin di sana menjelaskan, di lantai tersebut kebanyakan terdiri atas gerai alat kesehatan serta gerai yang juga buka layanan penjualan secara online.

“Kalau yang di atas-atas sini kan banyak yang nggak buka online, hanya toko di sini aja. Jadinya sepi. Makanya yang di bawah itu masih lumayan,” jelasnya.

Menyangkut perkara Glodok City yang hampir mati suri ini, detikcom telah berupaya menghubungi pihak PD Pasar Jaya selaku pengelola. Namun hingga berita ini dibuat, belum ada tanggapan lebih lanjut.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan