kabinetrakyat.com – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) melakukan penahanan kepada Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan istrinya Ary Egahni setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Kapuas.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, pasangan suami istri yang jadi tersangka korupsi itu ditahan selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.

“Untuk kebutuhan penyidikan, Tim Penyidik menahan para tersangka masing-masing selama 20 hari pertama,” ujar Johanis Tanak saat konferensi pers di Gedung KPK, Selasa (28/3/2023).

Johanis mengungkapkan, kedua tersangka ini ditahan di rumah tahanan KPK yang masih berada di Gedung Merah Putih KPK.

Adapun kontruksi perkara yang membelit pasutri ini lantaran sang istri yang juga anggota DPR RI aktif turut campur dalam proses pemerintahan Kabupaten Kapuas.

Ary Egahni disebut sering memerintahkan Kepala SKPD Kabupaten Kapuas untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.

“Dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah,” ujar Johanis Tanak.

Sumber uang yang mengalir ke kantong Ben Brahim dan Ary Egahni berasal dari berbagai pos anggaran resmi yang ada di SKPD Kabupaten Kapuas.

“Fasilitas dan sejumlah uang yang diterima kemudian digunakan BBSB (Ben Brahim) antara lain untuk biaya operasional saat mengikuti pemilhan Bupati Kapuas (2018),” kata Johanis.

Di sisi lain, uang hasil korupsi itu juga digunakan sebagai modal istrinya maju sebagai anggota legislatif DPR RI pada pemilu 2019.

Atas perbuatannya, Ben Brahim dan Ary Egahni dikenakan pasal 12 huruf f dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Bupati Kapuas bersama istrinya yang juga anggota Komisi III DPR RI dalam dugaan kasus suap.

Selain kasus suap, mereka berdua juga disebut dengan sengaja meminta, menerima, dan memotong pembayaran tunjangan kepada Pengawai Negeri Sipil (PNS) dan kas umum.

Tindakan itu dilakukan dengan modus seakan-akan para PNS ataupun kas itu berutang kepada bupati dan anggota DPR RI.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan