kabinetrakyat.com – Warnanya merah, rasanya pedas, orang Padang menyebutnya “lado”, ada juga yang menulis cabe, tetapi di Kamus Besar Bahasa Indonesia bumbu masakan yang populer itu diberi nama cabai.

Bagi warga Sumatera Barat, cabai merupakan menu wajib yang selalu hadir menemani santap di meja makan. Cabai diolah dengan berbagai bahan masakan lain mulai dari samba lado (sambal), campuran bumbu untuk membuat masakan seperti gulai, rendang, goreng, dendeng, sate, soto, dan lainnya.

Kendati rasanya pedas, bagi orang Minang jika makan tanpa cabai seakan ada yang kurang dan tak lengkap. Bahkan, bagi sebagian warga Minang sepiring nasi panas dengan asap masih mengepul, ditemani sayur daun singkong plus sambal cabai sudah cukup untuk membangkitkan selera. Sedap dan nikmat hingga makan pun berkeringat.

Namun, berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Perdagangan Padang, sejak Mei 2022 hingga saat ini harga cabai terus merangkak naik. Tercatat harga terendah pada 8 Mei 2022 Rp26 ribu per kilogram.

Selepas itu harga cabai merah besar yang sebagian besar didatangkan dari luar Sumbar terus merangkak naik hingga saat ini. Bahkan, pada pekan pertama dan kedua Juli 2022 harga cabai merah menyentuh level tertinggi yaitu Rp120 ribu per kilogram. Setelah itu, harga cabai merah terus berfluktuasi dengan harga terendah pada angka Rp60 ribu per kilogram dan naik hingga Rp90 ribu per kilogram.

Menyikapi naiknya harga cabai yang harga normalnya pada kisaran Rp30 ribu hingga Rp35 ribu per kilogram, para pengelola rumah makan Padang mulai memutar akal.

Untuk menaikkan harga makanan dalam kondisi saat ini merupakan pilihan sulit sehingga mereka memilih menggunakan cabai hijau sebagai sambal karena harganya lebih murah ketimbang cabai merah.

Dari data yang dihimpun harga cabai hijau pada Mei 2022 di Pasar Raya Padang hanya berkisar Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram.

Para ibu rumah tangga pun terpaksa mengurangi konsumsi cabai karena harganya yang mahal sementara uang belanja harian tetap.

Berdasarkan survei yang pernah dilakukan Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi (PKSBE) Universitas Negeri Padang (UNP) mengungkap 90 persen masyarakat memandang cabai sebagai salah satu bumbu masak utama yang penting dan harus tersedia.

Oleh sebab itu,jika harga cabai merangkak naik, para ibu akan tetap membeli dan menyiasati dengan mencampur cabai merah dengan cabai rawit agar rasa pedas pada masakan tetap terasa. Sebaliknya, jika harga cabai murah, maka para ibu rumah tangga akan menambah lauk lain sebagai variasi masakan.

Melonjaknya harga cabai di Sumbar disebabkan terbatasnya pasokan akibat cuaca ekstrem pada sejumlah daerah produsen sehingga hasil panen berkurang.

Akibatnya,pemenuhan kebutuhan cabai untuk Sumbar yang sebagian dipasok dari luar provinsi berkurang. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan dan mencegah busuk di perjalanan ada distributor yang mendatangkan memakai pesawat udara.

Kenaikan harga komoditas cabai ini telah menjadi penyumbang inflasi di Padang maupun Sumatera Barat. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS)Sumatera Barat, inflasi tahunan di Padang hingga Agustus 2022 mencapai 7,14 persen, kemudian inflasi tahun berjalan hingga Agustus 5,48 persen.

Angka tersebut juga telah melampai target BI yang hanya mematok inflasi tiga plus minus satu.

Gerakan Menanam

Menyikapi kondisi tersebut Pemerintah Kota Padang menggagas penanaman 15 ribu bibit cabai di pekarangan rumah dalam rangka mengatasi inflasi di daerah setempat.

Pada tahap awal, Pemerintah Kota Padang membagikan 15 ribu bibit cabai, satu rumah tangga mendapatkan 10 bibit sebagai salah satu solusi menekan harga cabai. Masyarakat yang membutuhkan bibit bisa langsung menghubungi Dinas Pertanian Kota Padang.

Menurut Wali Kota Padang Hendri Septa program ini sesuai dengan arahan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang meminta kepala daerah meredam inflasi.

Untuk mengatasi inflasi,Pemkot Padang juga mengusulkan kepada pemangku kepentingan terkait seperti Bulog agar komoditas yang dapat memicu inflasi, seperti cabai,saat melimpah di pasar disimpan di ruang berpendingin (cold storage), sehingga bisa diedarkan ketika pasokan berkurang. Selain itu, jika ada pihak yang sengaja menimbun komoditas pangan,akan ada sanksi tegas dari aparat penegak hukum.

Sementara itu, Kepala Bank Indonesia perwakilan Sumbar Wahyu Purnama mengatakan pihaknya telah menyampaikan kepada seluruh kepala daerah untuk menggalakkan gerakan menanam cabai, karena cabaibenar-benar jadi konsumsi utama masyarakat,dan kenaikan inflasi paling tinggi bobotnya juga pada cabai.

Sumatera Barat sebenarnya merupakan salah satu produsen cabai, namun kenaikan inflasi akibat cabai cukup tinggi. Karena itu, BI terus memberikan dukungan dan bersinergi dengan kepala daerah untuk menekan inflasi.

Strategi Pengendalian

Kepala Dinas Kelautan dan Pangan Kota Padang Guswardi mengungkapkan bahwa Pemkot Padang tengah melakukan tiga strategi guna menekan angka inflasi yang dominan disumbang oleh kenaikan harga cabai.

Langkah pertama,menggalakkan program penanaman cabai melalui polybag dengan membagikan 24 ribu bibit cabai. Bibit cabai dibagikan kepada masyarakat melaluiDinas Kelautan dan Pangan, serta Dinas Pertanian Kota Padang.Selain membagikan, masyarakatjuga mendapat edukasi agar bibit tersebut bisatumbuh dan menghasilkan.

Berdasarkan perhitungan Dinas Kelautan dan Pangan Kota Padang,kebutuhan cabai di Padang mencapai 20 ton per hari dan 60 persen diantaranya didatangkan dari luar Sumbar. Kunci utama agar harga cabai terkendali adalah stok yang cukup dan lancarnya jalur distribusi.

Strategi kedua,operasi pasar yang digelar di 11 kecamatan dengan harga lebih rendah dibandingkan langsung membeli ke pedagang.

Ketiga, mengupayakan tersedianya cold storage untuk menyimpan cabai yang bisa tahan sampai enam bulan dengan anggaran sekitar Rp2 miliar.

Ke depan, dibutuhkan konsep dan cetak biru upaya pemenuhan cabai sehingga bisa tersedia sepanjang tahun dengan harga yang stabil dan terkendali. Sebagai salah satu komoditas pangan utama,konsep ini perlu dirancang oleh pemangku kepentingan terkait sehingga nantinya terjadi keseimbangan antara nilai jual yang menguntungkan petani,tapi tetap terjangkau bagi pembeli.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan