kabinetrakyat.com – Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Joko Santosomengatakan bahwa indeks pembangunan literasi masyarakat Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.

“Indeks pembangunan literasi kita terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Perpusnas melakukan pengukuran sendiri, jadi ada namanya indeks pembangunan literasi masyarakat, ada juga tingkat gemar membaca,” kata Joko di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, indeks tingkat gemar membaca masyarakat meningkat dari 55,74 pada 2020 menjadi 59,52 pada 2021 dan ditargetkan mencapai 71,3 pada 2024.

Indeks pembangunan literasi masyarakat, ia melanjutkan, meningkat dari 12,93 pada 2020 menjadi 13,54 pada 2021 dan ditargetkan mencapai angka 15 pada 2024.

Joko mengemukakan bahwa tingkat literasi dan kegemaran membaca masyarakat mempengaruhi kemampuan dalam mengelola kehidupan sehari-hari, yang bisa berdampak pula pada tingkat kesejahteraan.

“Mengapa ini terjadi? Karena mereka tidak dibekali dengan kecakapan yang wajib, yang menjadi syarat sukses di tengah pasar tenaga kerja. Jadi ada korelasi antara pendidikan, literasi, dan tingkat kemiskinan,” katanya.

“Berdasarkan data, akibat dari kurangnya literasi itu secara global kerugiannya mencapai 1,5 triliun dolar AS per tahunnya. Untuk itulah, penguatan literasi jadi suatu keharusan, karena dapat menjadi alat ampuh dalam mengatasi kemiskinan,” katanya.

Ia mengemukakan bahwa upaya peningkatan literasi masyarakat mencakup peningkatanfrekuensi membaca, kunjungan ke perpustakaan, hingga akses internet untuk pengetahuan.

Dalam upaya meningkatkan literasi masyarakat, ia mengatakan,Perpusnasantara lain melaksanakan program perpustakaan berbasis inklusi sosial yang memungkinkan warga memanfaatkan layanan perpustakaan untuk mengembangkan potensi.

Menurut dia, program perpustakaan berbasis inklusi sosial sudah mencakup2.500 desa di kabupaten/kota dan akan terus diperluas.

Selain itu, Perpuspasberupaya menambah koleksi bahan bacaan.

Menurut Joko, jumlah bacaan yang tersedia secara nasional sebanyak 28 juta eksemplar atausatubahan bacaan tersedia untuk 19 penduduk. Padahal menurut standar UNESCO mestinya ada satu bahan bacaan untuk dua penduduk.

Joko mengemukakan urgensi untuk menggiatkan kegiatan penulisan,penerjemahan, dan penerbitan kembali buku serta meningkatkan akses terhadap bahan bacaan digital untuk meningkatkan ketersediaan bahan bacaan.

Selain itu, Joko menyampaikan perlunya menjadikan upaya peningkatan literasi masyarakat sebagai gerakan sosial.

“Tidak hanya diselesaikan satu pihak saja, tetapi upaya bersama. Dalam pandangan saya, gerakan sosial membangun masyarakat berbasis pengetahuanmentransformasikan pengetahuan pada masyarakat untuk menciptakan inovasi, termasuk mentransformasikan pengetahuan dalam aktivitas kebudayaan masyarakat secara berkelanjutan,” katanya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan