kabinetrakyat.com – Penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Storage and Utilization (CCUS) dinilai jadi solusi dalam upaya meningkatkan produksi minyak dan gas (migas) nasional. Dua teknologi ini juga dinilai jadi solusi mencapai target penurunan emisi karbon.

Saat ini, penerapan dua teknologi ini masih membutuhkan investasi yang tidak sedikit.

Benny Lubiantara, Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas mengatakan, dua teknologi ini dapat memainkan perannya yang signifikan selama era transisi energi .

Sebab, kegiatan produksi migas saat ini dan di masa mendatang perlu dilakukan secara lebih bersih dan tepat kepada lingkungan.

“Industri hulu migas berperan sebagai penyangga ketika ternyata perjalanan menuju net zero emission (NZE) tidak semulus yang diperkirakan,” ungkap Benny melalui keterangannya, Senin (6/2/2023).

Dari dua teknologi itu, CCUS akan lebih menarik karena ada faktor “Utilization” yang artinya berdampak terhadap adanya peningkatan recovery factor dari reservoir migas yang diinjeksikan CO2. Namun, tak semua proyek bisa menggunakan teknologi ini.

“Ke depan, dengan adanya deklarasi NZE oleh hampir semua perusahaan migas di dunia, implementasi CCS/CCUS menjadi suatu keharusan dalam proyek pengembangan lapangan migas. Semua PoD (Planning of Development) dipastikan memasukkan inisiatif ini dalam lingkup pekerjaan yang ada,” ujar Benny.

Butuh dukungan investasi

Saat ini, lanjut Benny, pelaku sektor hulu migas membutuhkan pengakuan bahwa kegiatan CCS/CCUS termasuk dalam bagian dari kegiatan industri hulu migas. Dengan demikian, biaya yang dibutuhkan untuk implementasi CCS/CCUS dapat dibebankan ke dalam biaya operasi migas.

Pada tahap awal, CCUS baru diterapkan pada tiga proyek migas lain yakni Lapangan Gundih, Sukowati dan Tangguh.

Sementara Mulyanto, anggota Komisi VII DPR-RI mengatakan, pengembangan teknologi CCS/CCUS untuk kegiatan produksi migas membutuhkan biaya besar karena peralatan yang diperlukan untuk implementasi masih harus impor.

“Karena itu, perlu dukungan dan kemudahan atau fasilitasi dari pemerintah. (Insentif) Itu perlu diberikan kepada investor,” ujar Mulyanto melalui keterangannya.

Menurut dia, pemerintah dapat mengkaji seluruh opsi yang ada yang paling tepat dan efisien dengan mempertimbangkan semua faktor. “Tentu ini semua mempertimbangan kondisi industri migas yang produksinya saat ini sudah turun,” ujar Mulyanto.

Tumbur Perlindungan, praktisi hulu migas menambahkan, CCS/CCUS merupakan teknologi baru dan cukup mahal. Oleh karena itu, teknologi tersebut hanya bisa diterapkan jika adanya penambahan produksi dari suatu lapangan migas yang ada.

“CCS/CCUS memang harus segera dilaksanakan baik dalam pilot project maupun implementasinya,” katanya. “Carbon tax yang menarik juga harus segera ditentukan agar bisa segera dilakukan economic analysis dalam implementasinya,” lanjutnya.

Investasi migas dan emisi karbon

Berdasarkan data SKK Migas, hingga akhir 2022 lifting minyak tercatat 612,3 MBOPD atau 87,1 persendari target yang ditetapkan yaitu sebesar 703 MBOPD. edangkan gas bumi, realisasi salur gas pada akhir 2022 tercatat sebesar 5.347 MMSCFD atau 92,2 persen dari target yang ditetapkan yaitu 5.800 MMSCFD. Baik lifting minyak dan gas bumi lebih rendah dari realisasi 2021.

Sementara itu, pada akhir 2022, realisasi investasi hulu migas tercatat sebesar US$ 12,3 miliar atau 93 persen dari target 13,2 miliar dollar AS. Nilai realisasi tersebut lebih tinggi daripada realisasi 2021 yang tercatat sebesar 10,9 miliar dollar AS.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), emisi karbon yang bersumber dari sektor migas mencapai sekitar 44 juta ton CO2e pada 2030, sebagai imbas peningkatan produksi migas nasional sesuai target 1 MBOPD minyak bumi dan dan 12 BSCFD gas bumi.

Diperkirakan hingga 2060, total emisi dari sektor migas diperkirakan mencapai 1.149 juta ton CO2e, yaitu terdiri dari 659 juta ton CO2e sektor hulu dan 490 juta ton CO2e sektor hilir.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan