kabinetrakyat.comPIKIRAN RAKYAT – Sejak aksi unjuk rasa untuk memperjuangkan hak perempuan meluas di Iran dengan beberapa daerah mengalami kekacauan setelah revolusi, Arab Saudi diam-diam mereformasi hukum represif dan mendorong rencana pembangunan besar-besaran di tengah rencana pembukaan pariwisatanya. Laporan jurnalis ABC News Australia, Natasya Salim, mengulas lebih jauh soal reformasi yang telah dilakukan pemerintah Arab Saudi .

Dalam beberapa tahun terakhir, aturan berpakaian, pembatasan berdasarkan gender dan larangan bagi perempuan untuk mengemudi sudah dihapuskan.

Sistem perwalian, yang melarang perempuan bepergian atau bahkan meninggalkan rumah tanpa ditemani pria juga sudah tidak berlaku.

Berdasarkan kunjungan jurnalis Natasya Salim ke Arab Saudi baru-baru ini, banyak petugas perbatasan, pemandu wisata adalah perempuan.

Baca Juga: TPA Sarimukti Bandung Barat ‘Ngadat’, Antrean Truk Sampah Mengular

“Ini merupakan sesuatu yang tidak terbayangkan terjadi beberapa tahun yang lalu. Tempat yang tadinya melarang konser sudah pernah didatangi Justin Bieber, Blackpink, dan Bruno Mars, serta menjadi tempat umum pria dan perempuan berkumpul,” tulis Natasya Salim.

Sebagai bagian dari program Vision 2030, Putera Mahkota Mohammad bin Salman berencana untuk membangun ekonomi modern yang lebih sedikit bergantung pada minyak bumi.

Namun, di saat yang bersamaan Arab Saudi juga memenjarakan aktivis dan mengeksekusi ratusan orang.

Migran yang bekerja di sana juga masih melaporkan kekerasan dan eksploitasi yang dialami mereka. Beberapa orang menganggap kemajuan Arab Saudi hanyalah dilakukan untuk menarik investasi internasional dan pariwisata.

Baca Juga: Durasi Pelatihan Kartu Prakerja Diperpanjang, Minimal 15 Jam Dalam Satu Program, Simak Keuntungannya

Bahkan sang putera mahkota yang mendorong modernisasi diduga terlibat dalam pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi dan lawan politik lainnya.

Peneliti Human Rights Watch Joey Shea mengatakan bahwa meski beberapa reformasi dilakukan di bawah pemerintahan putra mahkota, ” Arab Saudi mengalami salah satu periode represi terburuk dalam sejarah modern negara tersebut.”

Walau demikian, perubahan tetap terjadi dengan cepat, terutama bagi perempuan Arab seperti Fatimah Almathami.

Warga Saudi Fatimah Almathami yang sudah sekitar 14 tahun tinggal di Australia, sejak kuliah S1, S2 hingga S3 di University of Queensland, mengungkapkan, perubahan kebijakan di negara asalnya, sangat bagus buat warga.

Setiap tahunnya ketika berlibur ke Arab Saudi , lanjut Fatimah, ia pasti melihat ada yang berubah. “Perubahan yang dilakukan oleh Raja Salman dan putera mahkota terutama, bagus untuk kami. Semuanya terjadi dengan sangat cepat,” ujar Fatimah yang merantau ke Australia 14 tahun lalu.

Ia kembali ke Arab bulan Juli 2022 lalu dan kini tinggal di Riyadh, menolong perempuan muda lainnya untuk masuk ke bidang IT, di mana menurutnya jumlah perempuan sudah mulai melebihi pria.

Sebelum reformasi, Fatimah mengatakan, pembatasan sesuai gender berarti perempuan hanya boleh bekerja di bidang pendidikan atau kesehatan.

“Perempuan di bidang kesehatan sangat menderita di masyarakat karena dianggap tidak bermoral bagi perempuan untuk bekerja di tempat gender campur. Tapi itu dulu. Sekarang hampir setiap tempat kerja mempekerjakan berbagai macam gender. Ini adalah hal baik,” kata Fatimah.

Perubahan ini juga disambut oleh banyak pria, yang turut terdampak pembatasan berdasarkan gender dan tertekan karena adanya aturan perwalian.

Menurut Fatimah, sebelumnya bahkan proses dokumentasi pun bisa terhitung lama dan sulit karena mengharuskan pria menandatangani setiap langkah. Namun, kini perempuan bisa melakukan proses dokumentasi dengan mudah tanpa perwalian.

“Saya baru memperbaharui paspor sendiri dengan cara online dan akan saya terima dalam waktu tiga hari,” katanya.

Ia pun juga sudah memiliki mobil sendiri dan bisa mengemudi ke tempat kerja atau liburan “tanpa bantuan saudara laki-laki.”

“Pria dibebaskan dari beban ini sementara perempuan bisa berkembang dan melakukan semuanya sendiri,” katanya.

“Ini membuat hidup lebih mudah bagi saya dan bahkan saudara laki-laki saya,” ujar Fatimah.

Reina Wehbi dari lembaga Amnesty International mengatakan, walaupun Arab Saudi “memperbaharui citranya” sebagai negara berpikiran maju, realita di lapangan sangatlah berbeda.

“Perubahan ‘positif’ kebanyakan dalam bidang sosial sementara reformasi hak asasi manusia di Arab masih sangat jauh dari reformasi,” katanya.

“Mereka harusnya memfokuskan perhatian ke penangkapan brutal aktivis dan pembela HAM.”

Menurutnya kebanyakan pembela HAM, wartawan independen dan aktivis ditahan sewenang-wenang. Yang terbaru mahasiswi S3 dan aktivis bernama Salma al-Shehab yang mengirim posting dukungan atas hak perempuan dan aktivis di Twitter dijatuhi hukuman penjara 34 tahun.***

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan