kabinetrakyat.com – Pengamat politik Hendri Satrio menyatakan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memutus penundaan Pemilu 2024 bersikap terlalu berani. Menurutnya, hakim PN Jakpus menempatkan Pemerintah sebagai tertuduh.

“Kalau lihat hakimnya, hakimnya pemberani sekali karena akhirnya menempatkan, dia berani menempatkan Pemerintah sebagai tertuduh atas keputusan PN Jakarta Pusat,” kata Hendri Satrio dalam diskusi “Jalan Terjal Pemilu 2024 ” di Jakarta, Sabtu 4 Maret 2023.

Akan tetapi, Hendri mengapresiasi sikap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD langsung menolak tegas dan mempertanyakan hakim PN Jakpus .

“Kalau banyak yang memuji Prof. Mahfud, saya juga memuji Menkopolhukam itu, karena kemudian langsung bereaksi dan memberikan statement yang menyatakan bahwa ini tuh tidak tepat, tidak benar,” tambahnya.

Ia juga beranggapan penundaan Pemilu 2024 merupakan hal yang tidak benar karena melawan undang-undang (UU). “Melawan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, melawan sebuah aturan negara yang sebetulnya sudah harus disepakati semua, begitu,” katanya.

Selain itu, Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyatakan putusan PN Jakarta Pusat yang meminta Pemilu 2024 ditunda merupakan putusan aneh sekaligus mengejutkan.

“Tentu putusan ini mengejutkan karena sebenarnya banyak aturan yang dilanggar, salah satunya yang paling penting dilanggar oleh PN Jakpus itu adalah Pasal 10, Pasal 11 dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019,” ujar Feri.

Keputusan paling dahsyat ialah putusan majelis hakim tersebut juga melanggar UUD Negara RI Tahun 1945 yang telah menyatakan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

Majelis hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima. Mereka menyatakan, KPU telah melakukan perbuatan melawan Hukum.

“Menghukum tergugat (KPU) membayar ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta kepada penggugat. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad). Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp410.000,00,” kata hakim.

Alasan yang disampaikan hakim adalah karena adanya fakta-fakta hukum telah membuktikan telah terjadi kondisi error dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) karena faktor kualitas alat yang digunakan dan atau faktor di luar alat itu sendiri saat penggugat mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan data peserta partai politik ke dalam Sipol.

“Artinya tergugat menetapkan status penggugat tidak memenuhi syarat (TMS) tentunya keadaan sedemikan merupakan sebuah ketidakadilan. Oleh karena itu, tergugat selaku organ yang bertanggung jawab harus dapat diminta pertanggungjawabannya atas kerugian materiel dan immateriel yang dialami penggugat,” tutur hakim.

Apalagi, Putusan Bawaslu No. 002/PS.REG/BAWASLU/X/2022 pada pokoknya memerintahkan KPU untuk memberi kesempatan kepada Partai Prima untuk memperbaiki dokumen persyarakat perbagikan parpol calon peserta pemilu.***

***

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan