Sri Mulyani Akui Pemerintah Sempat Salah Prediksi Inflasi

kabinetrakyat.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani bercerita di depan para bankir tentang tantangan yang dihadapi para pengambil kebijakan saat terjadi guncangan ekonomi selama dua tahun ke belakang. Ia mengatakan pemerintah sempat salah prediksi terkait kondisi ekonomi pasca pandemi.

Menurutnya, sempat ada perasaan optimistis di kalangan pembuat kebijakan bahwa ekonomi akan normal kembali setelah adanya program vaksinasi. Namun kenyataannya, guncangan ekonomi malah semakin besar terjadi.

“Dipikirnya sesudah ada vaksin masyarakat mulai pulih lagi, maka ekonomi kembali normal and then we can focus on growth. Ternyata tidak, 3 tahun sesudah pandemi behaviour masyarakat berubah dan ini menyebabkan ketidaksinkronan antara sisi pemulihan, demand side, dengan respon, sisi supply sidenya,” ceritanya dalam acara BRI Microfinance Outlook 2023, Kamis (26/1/2023).

Ketidakselarasan antara permintaan dan pasokan inilah yang menurutnya menjadi awal mula komplikasi ekonomi pada tahun 2021. Karena pada saat pemulihan ekonomi pasca pandemi mulai terjadi, sistem produksi, distribusi, dan transportasi kondisinya masih belum siap seperti sebelum pandemi.

“Ini yang menimbulkan komplikasi pertama 2021 pada saat kita melihat inflasi meningkat karena demand exceeding supply, bukan hanya karena produksi belum normal tapi distribusi, transportasi juga tidak normal,” lanjutnya.

Ia bercerita saat itu pemerintah menganggap bahwa kondisi inflasi pasca pandemi hanya terjadi sementara. Awalnya, pemerintah menilai disrupsi pasokan tersebut merupakan proses transisi yang bisa selesai dalam waktu singkat.

Namun ternyata, gangguan rantai pasok tersebut diperparah dengan situasi global yang memanas. Ketegangan geopolitik, perang, dan kenaikan suku bunga secara agresif menimbulkan tumpahan efek yang menyebabkan kondisi perekonomian global semakin terganggu. Akibatnya, di tahun 2022 lalu banyak negara yang terjerumus ke jurang resesi.

“Ternyata inflasinya tidak sementara, karena kemudian selain behaviournya cukup lama, normalisasinya cukup lama, scaring efeknya cukup dalam dari sisi produksi dan distribusi, maka kemudian menimbulkan juga inflasi yang lebih persistence bahkan merambat naik, ditimpa atau ditambah juga dengan situasi geopolitik yaitu perang di Ukraina yang kemudian menimbulkan spill over ke pangan dan energi,” lanjutnya.

“Nah semua komoditas naik karena memang demand exceding supply dan ditambah ketidakpastian dari sisi supply distruption yang terus terjadi. Itu episode yang kita rekam di 2022,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan