TRIBUNNEWS.COM – Secuil surga di ujung Pulau Madura membuyarkan bayangan pulau yang panas dan bergaram. Justru, aksi konservasi mangrove pemuda Desa Kebundadap Timur, Saronggi, Sumenep, Jawa Timur, telah membuahkan wisata alam nan menawan.

Mereka menerapkan ujaran Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi, A Halim Iskandar, “Desa wisata itu lebih sebagai hasil, daripada tujuan. Desa harus melestarikan alam. Ketika lestari dan menarik, wisatawan akan datang. Terciptalah desa wisata”

Aksi cinta lingkungan

Wisata mangrove Kedatim diawali dari aksi cinta lingkungan yang digagas kawula muda desa. Kegiatannya menanam mangrove di pesisir pantai yang mengitari desa. Ketika hutan mangrove mulai rimbun, terbetik (tersiar) ide mengembangkan wisata alam dan edukasi.

Agar terkelola secara profesional, usaha wisata desa dikelola Badan Usaha Milik Desa Pasopati. Pada tahun 2021, desa memanfaatkan dana desa tidak kurang dari Rp500 juta sebagai penyertaan modal BUM Desa. Anggaran digunakan untuk pembangunan akses dan fasilitas wisata desa.

Resmi dibuka pada Juni 2021, pengunjung langsung meramaikan, menikmati pesona hutan mangrove, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Ternyata, sepanjang pandemi yang membatasi mobilitas masyarakat, wisata alam terbuka menjadi pilihan yang disambut hangat. Warga berekreasi dan melepas jenuh lantaran terisolasi.

Wisatawan dapat menghirup udara sejuk dari hijaunya pepohonan, sembari jogging atau sekedar berjalan di titian kayu. Sepanjang titian disediakan spot menarik untuk berswafoto, duduk bersantai di gazebo, bahkan ada ruang temu dan diskusi di kedai kopi.

Pada malam hari, lampu temaram menyala, menghiasi indahnya lokasi wisata, sehingga mencipta kesan romantis.

Dari Konservasi, Lahir Wisata Mangrove Kedatim
Pesona Sekeliling Mangrove di Desa Kebundadap Timur, Sumenep. (Aplikasi Desa Wisata Nusantara – Kemendesa PDTT)

Tak kalah menarik, edukasi mangrove juga bisa dilakukan untuk mempelajari berbagai jenis varietas mangrove yang dilestarikan di area wisata.

Menurut Direktur BUMDesa Pasopati, Aji Nur Rahman, wisata mangrove ini telah membantu meningkatkan pendapatan warga desa. Lapangan kerja baru terbuka, bersamaan dengan perdagangan bagi warga lokal.

Pada tahun 2021, yaitu saat pandemi Covid-19, wisata mangrove tetap beromset lebih dari Rp 500 juta, dan berkontribusi untuk Pendapatan Asli Desa sebesar Rp10 Juta.

Desa Wisata Nusantara

A Halim Iskandar meyakini wisata paling cepat memulihkan ekonomi desa pasca pandemi. Karena itu, Peraturan Menteri DPDTT No. 7/2021 perihal Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022 mencakup pengembangan wisata desa.

“Promosi yang efektif berperan penting meningkatkan daya tarik wisata desa. Pada Tahun 2022 diluncurkan Lomba Promosi Desa Wisata Nusantara yang berlangsung dua tahap, periode Januari – Juni 2022, diikuti periode Juli – November 2022,” ujar Gus Halim, panggilan akrabnya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini mencatat peran lomba promosi mendorong kolaborasi pemerintah desa, pengurus BUM Desa, pegiat wisata, hingga warga sekitar lokasi wisata. Kerja sama antar pihak dibutuhkan untuk memperkenalkan destinasi desa wisata secara digital kepada warganet melalui aplikasi android dan IoS Desa Wisata Nusantara.

Wisata Mangrove Kedatim menduduki Peringkat Ketiga sebagai desa wisata yang meraup jumlah Likes terbanyak pada lomba periode pertama.

Wisata Mangrove Kedatim telah menunjukkan sinergitas pelestarian lingkungan alamiah dengan pertumbuhan ekonomi desa. Pengembangan desa wisata diharapkan dapat menganekaragamkan fasilitas, daya tarik, dan kenyamanan lokasi wisata, yang berbuah peningkatan kunjungan wisatawan.

“Arah pembangunan desa ialah SDGs Desa. Desa Wisata Kedatim mendukung pencapaian SDGs Desa tujuan Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata sekaligus tujuan Desa Peduli Lingkungan Laut,” ungkap A Halim Iskandar.

Penulis: Karina Larasati


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan