Merdeka.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, harga komoditas global menunjukkan tren kenaikan, namun bisa berubah-ubah (volatile). Hal ini dikhawatirkan bisa berimbas pada perekonomian Indonesia.

“Artinya dia tidak satu arah namun dia bergerak atau bergejolak namun tetap pada level yang relatif tinggi dibandingkan kondisi tahun 2020-2021,” kata Menkeu dalam konferensi pers APBN KiTa Agustus 2022, Kamis (11/8).

Misalnya, komoditas harga natural gas sempat drop dari USD 9 MMBtu ke USD 5 MMBtu, kemudian balik lagi ke USD 7,9 MMBtu. Harga coal pernah di USD 419 metrik ton drop ke USD 258 metrik ton, sekarang melonjak lagi di USD 421 metrikton dan sekarang sedikit melemah ke USD 382 metrik ton.

“Ini gejolak atau volatilitas di level tinggi masih berlangsung,” imbuhnya.

Selanjutnya, harga Brent kemarin sempat turun bahkan di atas USD 90 per barel, pada saat harga Brent pernah mencapai USD 126, dan ini masih bergerak tidak tentu pada level sekitar USD 100. Kemudian, Harga CPO juga pernah melonjak tinggi sampai USD 1.779 per ton kemudian drop di USD 800 per ton, dan sekarang pulih mendekati USD 1000 per ton.

Begitu pun, dengan harga gandum juga sempat melonjak sampai USD 1.307 per bushels mengalami drop di USD 782 per bushels begitu diumumkan akan ada pengiriman kapal dari hasil panen gandum di Ukraina.

Harga soybean dalam hal ini juga mengalami gejolak dari USD 1.568 ke USD 1.330 dan sekarang naik di USS 1.400. Demikian juga dengan harga jagung dari USD 753 per bushels puncaknya kemudian drop ke USD 610 per bushels atau USD 582 bushels, dan sekarang kembali ke USD 610 per bushels.

“Ini fenomena yang terjadi untuk komoditas pangan dan komoditas mineral, serta komoditas minyak dan gas atau energi. Dan ini tentu sangat mempengaruhi ekonomi seluruh dunia karena pangan energi dan mineral sangat dibutuhkan dan memiliki peranan penting di dalam perekonomian,” ujarnya.

Menurutnya, kenaikan harga yang terjadi pada tahun 2022 ini menimbulkan tekanan inflasi. Kenaikan harga komoditas itu dikhawatirkan terus bergejolak atau volatile.

“Ini yang harus terus Kita waspadai karena pasti akan mempengaruhi juga ke perekonomian Indonesia, baik itu dalam bentuk inflasi pangan maupun tekanan terhadap harga energi di dalam negeri,” pungkasnya.

Reporter: Tira Santia

Sumber: Liputan6.com

Baca juga:
Ancaman Utama Ekonomi Global Sudah Bergeser, Bukan Lagi Pandemi
BI: Pertumbuhan Kuartal II Sangat Tinggi Tapi Ekonomi Belum Pulih Benar
Sidak Harga Cabai Tinggi di Purwokerto, Ganjar Gerak Cepat Lakukan Evaluasi
Ekonomi Indonesia Masih Jauh dari Resesi, Ini Buktinya
Andalkan Konsumsi Domestik, Pemerintah Yakin RI Tutup 2022 Tumbuh 5,5 Persen
Wamendag Soal Ekonomi Tumbuh 5,44 Persen: Terlihat Perdagangan Rakyat Terus Meningkat


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan