kabinetrakyat.com – Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa partainya mengusulkan Pemilihan Legislatif (Pileg) dengan sistem proporsional tertutup .

Hasto menyatakan hal itu di hadapan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam acara focus group discussion yang diselenggarakan PDI-P bertema Reformasi Sistem Hukum, Kamis (13/10/2022).

“Instrumennya, Prof. Mahfud, yang kita sempurnakan. Misalnya, seluruh calon-calon anggota legislatif yang bisa dicalonkan oleh partai politik yang dinyatakan reliable,” kata Hasto dalam acara yang digelar di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Kamis.

Oleh karena itu, para calon anggota legislatif itu harus dididik terlebih dulu di kelembagaan nasional, misalnya di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

“Sehingga negara menyiapkan, ikut menyiapkan kader-kader partai-partai yang lolos parlementiary treshold untuk dipersiapkan menjadi legislator yang hebat, yang punya landasan moral, yang punya pemahaman terhadap ideologi konstitusi kita. Sehingga disiapkan, kasih rapornya di situ,” jelas Hasto.

Kendati demikian, Hasto menegaskan, kewenangan memutuskan calon anggota legislatif layak maju, tetap pada partai politik. Negara, kata Hasto, hanya membantu menyiapkan kaderisasi bagi calon-calon tersebut.

Sementara itu, Mahfud mendukung usulan PDI-P tersebut.

“Saya ingin tambahkan dukungan dulu kepada PDIP salah satunya agar pemilu itu kembali ke sistem proporsional tertutup,” kata Mahfud.

“Kalau dikembalikan tertutup itu bagus. Diubah saja,” lanjut dia.

Mahfud kemudian meluruskan adanya anggapan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pihak pembuat sistem pemilu menjadi proporsional terbuka.

“MK hanya coret frasa disebutkan yang jadi anggota DPR terpilih itu adalah yang dapat suara terbanyak di atas 35 persen. Karena kalau 50 persen enggak ada yang dapat suara terbanyak. Calonnya 10, dibagi 10 ya 10 persen,” jelasnya.

Di sisi lain, ia mengatakan, pemilu dengan sistem proporsional terbuka dibuat oleh proses politik di DPR dan bukan oleh MK.

Menurutnya, MK tak boleh mengatur sistem pemilihan berlangsung proporsional tertutup atau terbuka.

“Yang buat sistem itu adalah DPR. Kita hanya coret syaratnya. Kan MK tak boleh mengatur, menyatakan tertutup atau terbuka itu bukan MK. MK kalau ada yang enggak adil coret tuh frasanya,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan