Dihantam Gelombang Resign Pejabat Inggris, PM Boris Johnson: Saya Tak Akan Mundur!

Suara.com – Pemerintahan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson tengah diguncang dengan gelombang resign pejabat Inggris. Meski demikian, Johnson tegas menolak mengundurkan diri dari jabatannya sebagai perdana menteri.

Johnson menegaskan akan melawan segala upaya yang berusaha melengserkannya dari kursi perdana menteri. Alasannya, ia mengemban amanah dari Pemilu 2019, dan tak akan melepas tugasnya di tengah krisis biaya hidup dan perang yang melanda Eropa.

“Saya tak akan mundur dan hal terakhir yang diperlukan negara ini, terus terang, adalah pemilihan umum,” kata Boris Johnson di depan komite parlemen.

Dalam kesempatan itu, Johnson tampak menolak menjawab pertanyaan seputar apakah ia akan tetap bertugas jika anggota-anggota parlemen dari partainya sendiri sudah tidak lagi percaya pada dirinya.

Baca Juga:
Melawan, Boris Johnson Tak Akan Mundur dari Kursi Perdana Menteri Inggris

Sebagai informasi, lebih dari 40 pejabat, temasuk dua menteri dalam pemerintahan Johnson telah mengundurkan diri. Anggota parlemen dari Partai Konservatif juga telah menentangnya secara terbuka.

Beberapa anggota kabinet bahkan mendatangi Johnson di Downing Street –sebutan bagi kantor dan kediaman perdana menteri Inggris– untuk memintanya turun dari jabatan, menurut seorang sumber.

Salah seorang anggota parlemen juga meminta Johnson menetapkan sendiri tanggal pengunduran dirinya, daripada harus menghadapi mosi tidak percaya.

Banyak anggota parlemen mengatakan bahwa sekarang pertanyaannya bukan lagi apakah tetapi kapan Johnson harus mundur, tetapi siapa yang akan menggantikannya.

Jaksa wilayah Inggris dan Wales, Suella Braverman sendiri menjadi menteri kabinet pertama yang mengatakan siap bersaing untuk menggantikan Johnson dalam pemilihan pemimpin Konservatif. Ia juga mendesak Johnson untuk lengser.

Baca Juga:
3 Tips Mengatasi Stres di Tempat Kerja, Resign Tak Selalu Jadi Solusi!

“Saya pikir inilah saatnya bagi perdana menteri untuk mengundurkan diri,” kata Braverman kepada ITV, seraya menegaskan bahwa dirinya tak akan keluar dari posisinya.

“Jika ada pemilihan pemimpin (partai), saya akan mengikutinya,” lanjutnya.

Krisis kepercayaan terhadap Johnson memuncak setelah integritasnya dipertanyakan karena menunjuk seorang anggota parlemen, yang pernah menjadi target penyelidikan kasus serangan seksual, untuk mengurusi soal keagamaan di partainya.

Sebelumnya, berbagai skandal telah mendera pemerintahan Johnson, termasuk laporan tentang pesta di Downing Street yang melanggar aturan pembatasan Covid-19.

Anggota parlemen dari kubu Konservatif James Duddridge, teman dekat Johnson, mengatakan kepada Sky News bahwa pemimpin Inggris itu “adalah pelampung, dia (naik) ke atas untuk bertarung”.

Duddridge mengatakan, Johnson dan menteri keuangan baru Nadhim Zahawi akan menyusun rencana ekonomi pekan depan yang akan mencakup pemangkasan pajak.

Johnson telah memecat Michael Gove, seorang menteri senior yang menurut media telah mendesak sang perdana menteri untuk turun dari jabatannya.

Menteri Sekretaris Negara, Wales Simon Hart pun bergabung dengan mereka yang mengundurkan diri. Pengunduran diri massal muncul sejak Selasa ketika menteri kesehatan dan menteri keuangan Inggris mundur dari jabatan mereka.

Di parlemen, para menteri senior tampak menahan diri untuk tidak tertawa ketika pemimpin Partai Buruh oposisi mengolok-olok bahwa kabinet Johnson telah menjadi “the charge of the lightweight brigade” –sebutan bagi aksi militer kavaleri Inggris yang gagal menaklukkan Rusia dalam Pertempuran Balaclava 1854.

“Pada titik tertentu, kita harus memutuskan untuk berhenti. Saya yakin titik itu adalah sekarang,” kata Sajid Javid dalam pidato pengunduran dirinya sebagai menteri kesehatan. [ANTARA]


Artikel ini bersumber dari www.suara.com.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan