kabinetrakyat.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membentuk tim menyelidiki kasus gangguan ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal yang menyerang anak-anak.

Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menuturkan, tim tersebut terdiri dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).

“Kementerian Kesehatan telah membentuk tim terdiri dari IDAI dan RSCM untuk penyelidikan dan penanganan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal,” kata Syahril kepada Kompas.com, Rabu (12/10/2022).

Adapun sejauh ini, kasus gangguan ginjal akut yang penyebabnya belum diketahui pasti ini, terdata menyerang 131 anak sejak Januari 2022. Data ini dikumpulkan dari cabang IDAI di 14 Provinsi di Indonesia.

Artinya kini, sudah ada 14 provinsi yang memiliki kasus gangguan ginjal akut atau acute kidney injury (AKI).

Provinsi tersebut, yakni Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), Banten, Bali, Kalimantan Timur (Kaltim), dan Kalimantan Selatan (Kalsel).

Kemudian, Sulawesi Selatan (Sulsel), Aceh, Sumatera Barat (Sumbar), Jambi, Kepulauan Riau (Kepri), Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Syahril mengatakan, sejak merebak, sudah ada 40 anak yang menderita gangguan serupa.

“Tambahan kasus bulan Oktober 3 anak, sehingga total 40 anak. Kasus sampai dengan tanggal 11 Oktober 2022 ini,” ucap dia.

Karena penyebabnya belum diketahui, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan (Yankes) Kemenkes pun telah menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes Nomor HK.02.92/I/3305/2022 tentang Tatalaksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal.

Tata laksana ini merupakan acuan penanganan di fasilitas-fasilitas kesehatan jika menemukan atau mendapati anak-anak dengan kasus AKI atipikal ini di wilayahnya.

Selain itu, Kemenkes juga sedang berkoordinasi dengan ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang tengah mengadakan investigasi kasus serupa di Gambia.

“Hasil diskusi dengan tim dari Gambia yang mempunyai kasus serupa, dugaan ke arah konsumsi obat yang mengandung etilen glikol. Tapi hal ini perlu penelitian lebih lanjut karena tidak terdeteksi dalam darah. Dugaan mengarah ke intoksikasi,” sebut Syahril.

Sebagai informasi, gejala awal kasus AKI atipikal itu adalah batuk, pilek, demam hingga muntah. Selang 3-5 hari, air seni yang dikeluarkan penderita menjadi sedikit atau bahkan tidak ada air seni.

Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati menjelaskan, umumnya, gangguan ginjal akut merupakan efek lanjut dari kekurangan/kehilangan cairan dalam waktu singkat pada anak-anak.

Anak-anak bisa kekurangan cairan karena diare, dehidrasi, pendarahan hebat, atau sebelumnya menderita demam berdarah.

“Tetapi kami melihat bahwa (131) anak-anak ini dalam wawancara dengan orang tua mengenai riwayat penyakitnya itu tidak jelas. Tiba-tiba mereka mengalami penurunan jumlah urine atau air seni. Jadi itu kita masih belum bisa mendapatkan apa penyebabnya,” tutur Eka, Selasa (10/10/2022).

Mulanya, IDAI menduga kasus ini berkaitan dengan Covid-19 dan MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children). Namun berdasarkan analisis kasus, beberapa penderita penyakit ini dinyatakan negatif Covid-19.

IDAI sudah mencari berbagai panel infeksi virus di dalam tubuh anak-anak dengan beragam metode pemeriksaan. Salah satu metode yang dilakukan adalah swab tenggorokan untuk memeriksa infeksi virus pada saluran pernapasan.

IDAI juga melakukan swab rektal dari anus untuk mencari infeksi-infeksi yang oriental penyebab diare atau infeksi pencernaan. Sayangnya, tidak ditemukan jenis virus seragam yang menyebabkan infeksi.

“Kami masih mencari. Tapi yang jelas anak-anak ini tidak hanya mengalami gangguan pada ginjal. Saat kami melakukan pemeriksaan laboratorium dan mengamati gejala klinisnya, mereka mengalami apa yang kami sebut dengan peradangan di banyak organ,” jelas Eka.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan