Jakarta: Bekantan (Nasalis larvatus) merupakan jenis primata endemik di Kalimantan Selatan. Populasi satwa ini terancam punah karena perburuan liar, kerusakan dan konversi habitat, serta kebakaran hutan. 
 
Bekantan saat ini masuk dalam daftar merah “endangered species” oleh lembaga konservasi internasional IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dan masuk dalam kategori appendix I oleh CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), sebagai satwa yang terancam punah.
 
Perlu upaya ekstra agar Bekantan bisa diselamatkan dan tentunya tidak punah. Salah satu orang yang menaruh kepedulian tinggi terhadap eksistensi bekantan ialah Amalia Rezeki.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Amalia Rezeki bukan sosok asing di Kalimantan Selatan. Kiprahnya di dunia pelestarian khususnya satwa endemik Kalimantan, Bekantan, tidak perlu ditanya. Amel, sapaan akrabnya, mengaku sudah dikenalkan dengan satwa khas Kalimantan ini sejak kecil.
 
“Sudah dari kecil dikenalkan ayah sama Bekantan,” tutur Amalia.
 
Semasa menyelesaikan kuliah, Amalia melakukan penelitian dan mendapatkan fakta bahwa Bekantan berada di ambang kepunahan. Nasib Bekantan tidak mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah daerah. Amalia kemudian berinisiatif mendirikan Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI).
 
“SBI ini adalah bentuk lembaga non profit untuk pelestarian Bekantan dan habitatnya. Kita mulai sejak 2013,” katanya. 
 
Di SBI, Amalia serta masyarakat yang peduli dengan nasib Bekantan melakukan berbagai upaya untuk melindungi dan menjaga satwa endemik tersebut. Misalnya, dengan membuka kawasan konservasi mangrove yang menjadi tempat habitat Bekantan di Pulau Curiak. 
 
Di tempat itu juga, Amalia dan SBI menggagas berdirinya ekowisata dengan membina 3 desa di luar kawasan konservasi. Tidak disangka, cara yang dilakukan Amalia ini ternyata berhasil menambah jumlah populasi Bekantan di Pulau Curiak. 
 
Kolaborasi dengan BenihBaik, Amalia Rezeki Berjuang Selamatkan Bekantan dari Kepunahan
 
“Di Pulau Curiak ada penambahan populasi Bekantan karena ada perbaikan ekosistem lahan basah mangrove. Sebelumnya ada 14 individu Bekantan, saat ini berkembang biak menjadi 33 individu,” ucap Amalia.
 
Tidak berhenti sampai di situ, Amalia kemudian menjalin kemitraan dengan berbagai pihak khususnya dengan lembaga pemerintah, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, melalui BKSDA Kalimantan Selatan untuk bersama-sama berkontribusi melestarikan Bekantan dengan membangun Pusat Penyelamatan Bekantan (Bekantan Rescue Center). Dia juga mendirikan Sekolah Konservasi, pendidikan non formal yang fokus dalam pendidikan dan pelatihan di bidang konservasi. 
 
Amalia menegaskan menyelamatkan Bekantan bukan  perkara mudah. Diperlukan bantuan dan dukungan oleh berbagai pihak agar upayanya dalam melindungi serta menyelamatkan Bekantan dari kepunahan. 
 
Oleh karena itu, Amalia berkolaborasi dengan BenihBaik.com untuk menggalang dana menyelamatkan Bekantan dari kepunahan. Dia berharap masyarakat Indonesia bisa berkontribusi menyelamatkan Bekantan yang menjadi satwa endemik Kalimantan Selatan. 
 
“Support kalian tidak hanya menyelamatkan Bekantan saja tetapi membantu keseimbangan alam dan menjaga ekosistem. Ujungnya adalah kehidupan berkelanjutan bagi peradaban manusia,” kata Amalia.
 

(ROS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan