KPK Kembali Perpanjang Penahanan Eks Wali Kota Yogyakarta

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti. Dia ditahan lagi selama 30 hari ke depan.
 
“Sampai dengan 31 Agustus 2022,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 11 Agustus 2022.
 
Penahanan ini sudah diketahui oleh ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya. KPK juga memperpanjang penahanan terhadap Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemerintah Kota Yogyakarta Nurwidhihartana dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi Triyanto Budi Yuwono dengan batas waktu yang sama.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Haryadi bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih. Sementara itu, Nurwidhihartana ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat.
 
“TBY (Triyanto Budi Yuwono) ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” ujar Ali.
 

Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, Nurwidhihartana (NWH); dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono (TBY). Sedangkan, tersangka pemberi yakni Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk (SA), Oon Nusihono (ON). Oon segera diadili.
 
Haryadi menerima USD27.258 dari Oon melalui Nurwidhihartana dan Triyanto sebagai imbalan menerbitkan IMB Apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro, Daerah Istimewa Yogyakarta. Fulus itu diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 2 Juni 2022.
 
KPK juga mengungkap Haryadi menerima minimal Rp50 juta dalam rangkaian proses penerbitan IMB apartemen Royal Kedathon. Namun, KPK belum mengungkap total uang yang diterima Haryadi.
 
Haryadi, Nurwidhihartana, dan Triyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
 
Sedangkan, Oon disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
 

(AGA)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan