KPK-Kemendikbudristek Tak Mau Kecolongan Lagi dengan Suap di Kampus Negeri

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) bakal memperbaiki tata kelola dalam penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri. Lembaga Antikorupsi dan Kemendikbudristek tidak mau kecolongan lagi dengan suap di kampus negeri ke depannya.
 
“Kemendikbudristek dan KPK berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri dengan harapan upaya-upaya perbaikan akan meningkatkan transparansi, akuntabilitas,” kata juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Senin, 29 Agustus 2022.
 
KPK dan Kemendikbudristek berharap kasus suap kampus negeri berhenti di Universitas Lampung (Unila). Kecurangan itu tidak boleh lagi terjadi di kampus negeri manapun di masa depan. Perbaikan tata kelola penting untuk memastikan tindakan kotor itu kembali terulang.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“(Untuk) memberikan kesempatan yang terbuka bagi calon mahasiswa untuk bersaing secara adil dan bebas dari korupsi,” ujar Ipi.
 
KPK menyayangkan adanya suap di Unila. Menurut Ipi, tindakan koruptif seharusnya tidak boleh terjadi di dunia pendidikan.
 
“Khususnya untuk fakultas-fakultas yang menjadi tujuan mayoritas masyarakat seperti Kedokteran, Teknik, Ekonomi dan lainnya,” ucap Ipi.
 

Rektor Unila Karomani ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa. Selain Karomani, KPK juga menetapkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri; dan pihak swasta, Andi Desfiandi sebagai tersangka.
 
Andi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
 
Sedangkan, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
 

(AGA)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan