KPK Telusuri Aset Wali Kota Nonaktif Ambon di Jakarta

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri kepemilikan aset tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan gerai Alfamidi pada 2020. Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL) itu diduga memiliki aset di Jakarta.
 
“Dikonfirmasi terkait adanya dugaan kepemilikan berbagai aset dari tersangka RL di beberapa daerah diantaranya di Jakarta,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 8 Juli 2022.
 
Hal itu dikonfirmasi ke sejumlah saksi. Mereka ialah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Ambon periode 2018-2021, Enrico Rudolf Matitaputty; Sekretaris Dinas PUPR Kota Ambon, Ivony A.W. Latuputty; dan mantan Sekretaris Kota Ambon, Anthony Gustav Latuheru.
 

Kemudian, wiraswasta Suminsen dan ibu rumah tangga Rakhmiaty. Mereka diperiksa pada Kamis, 7 Juli 2022.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Para saksi juga dikonfirmasi terkait proses pengajuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon. Ada dugaan pemberian uang untuk setiap tahapan permohonan perizinan.
 
Richard ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan gerai Alfamidi di Ambon pada 2020. Dia juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.
 
Selain Richard, Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH); dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR) ditetapkan sebagai tersangka. Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
 
Selain itu, Amri juga mengguyur Richard Rp500 juta untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.
 
KPK juga menduga Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Hal itu masih didalami tim penyidik KPK.
 
Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
 
Sedangkan, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 

(ADN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan