Plot Linier


Exploring the Various Plot Twists in Indonesian Novels

Plot linier adalah jenis plot di mana alur cerita berjalan lurus dan terstruktur. Biasanya, jenis plot ini terdiri dari awal, tengah, dan akhir. Penceritaan cerita plot linier dilakukan secara kronologis, mulai dari awal hingga akhir. Contohnya, film Laskar Pelangi yang diadaptasi dari novel karya Andrea Hirata.

Plot linier cenderung mudah dipahami karena alur cerita yang tidak rumit. Hal ini membuat jenis plot ini sangat populer di Indonesia. Hampir semua karya sastra, film, atau drama di Indonesia menggunakan jenis plot ini sebagai struktur cerita utama.

Meskipun begitu, penyampaian alur cerita yang lurus membuat jenis plot ini kurang menarik. Ini karena ketika audiens mengetahui kemana alur cerita menuju, mereka akan kehilangan rasa penasaran. Oleh karena itu, ada beberapa pengembangan dari jenis plot linier yang lebih menarik dan memiliki daya tarik tersendiri seperti plot tarik ulur, plot simultan, dan plot modular.

Plot linier umumnya terbagi menjadi 3 bagian yaitu awal cerita, tengah cerita, dan akhir cerita. Pada bagian awal, biasanya penulis akan memperkenalkan pelaku cerita beserta latar belakang cerita. Pada bagian tengah, penulis akan mengembangkan kisah dengan masalah atau konflik yang dialami oleh tokoh. Konflik biasanya akan berkembang dan mencapai klimaks.

Setelah melalui beberapa konflik, akhir cerita akan diberikan sebagai penyelesaian. Konflik yang terjadi akan dikaitkan dengan awal cerita dan dikembangkan sampai akhir cerita. Ada beberapa contoh cerita plot linier yang populer di Indonesia seperti novel terkenal Ayat Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, dan film komedi Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 2.

Plot Non-Linier


plot non-linier

Plot non-linier adalah sebuah jenis plot yang tidak mengikuti alur cerita yang biasa. Cerita dengan plot ini biasanya menggunakan teknik yang mampu membuat pembaca merasa lebih penasaran dengan unsur cerita di masa depan. Plot jenis ini biasanya diawali dengan scene penutup lalu disusul dengan adegan pertarungan pada awal cerita. Bahkan terkadang juga diakhiri dengan kejadian yang mengagetkan yang tidak diharapkan oleh penonton.

Salah satu film yang pernah menggunakan plot non-linier adalah film “Memento Mori” garapan Christopher Nolan pada tahun 2000. Film ini mengisahkan tentang sosok pria yang mengalami kelainan otak jangka pendek dengan suatu konsep penceritaan yang menyjikan alur tidak berurutan. Berbeda dengan film-film pada umumnya, yang menyuguhkan adegan cerita secara berurutan mulai dari awal sampai akhir. Film ini justru memulai ceritanya dari akhir menuju ke awal. Alhasil, penonton diajak untuk menyusun sendiri alurnya dan membuat mereka lebih memikirkan cerita hingga menikmati film secara keseluruhan.

Menurut Djadijono dan Adyarini (2017), film Indonesia yang menggunakan plot non-linier adalah film “A Copy of My Mind” yang digarap oleh Joko Anwar. Film ini mengisahkan tentang seorang pengangguran bernama Sari (Tara Basro) dan Alek (Chicco Jerikho), seorang ahli kunci yang bertemu di sebuah klub malam. Cerita di film ini dimulai dengan menunjukkan adegan akhir yang cukup mengerikan di awal cerita, menjadikan penonton akan bertanya-tanya apa kaitannya adegan awal dengan cerita di film. Kemudian, lembar-lembar cerita dijelaskan dalam dua bentuk, saat Sari mengumpulkan pemikirannya, dan Alek ketika ia menceritakan segalanya pada babtis anak temannya. Hal tersebut menambah rasa penasaran penonton hingga akhir film. Kehadiran plot non-linier ini membuat film tersebut memiliki keunikan tersendiri dan berhasil mengundang rasa ingin tahu para penonton.

Melalui plot non-linier, penulis atau pembuat film bisa lebih leluasa mengembangkan unsur cerita dengan berbagai bentuk, karena tidak terikat pada urutan cerita secara sadar. Sehingga, kehadiran plot non-linier menjadi suatu keuntungan untuk membuat cerita menjadi lebih menarik dan berkesan bagi para penikmatnya.

Plot Berlawanan


Plot Berlawanan

Plot Berlawanan adalah konflik yang terjadi antara dua atau lebih karakter dalam cerita. Konflik ini membingungkan karena tidak ada yang menjadi pemenang absolut dalam plot. Setiap karakter dalam cerita memiliki misi atau tujuan masing-masing dan berjuang untuk mencapainya. Sepanjang cerita, karakter ini terus berjuang satu sama lain, mencoba menghancurkan satu sama lain untuk mencapai tujuan mereka.

Dalam drama “Siti Nurbaya” karya Marah Rusli, plot berlawanan tampak dari awal hingga akhir cerita. Kisah ini bercerita tentang Siti Nurbaya, seorang gadis yang dipaksa untuk menikahi orang yang tidak dicintainya. Karakter lain dalam cerita, yaitu Samsul Bahri, seorang pemuda kaya yang telah jatuh cinta pada Siti Nurbaya. Ia berjuang untuk merebut hati Siti Nurbaya dari pasangan yang tidak diinginkannya. Sementara itu, Siti Nurbaya sendiri juga berjuang untuk mencapai kebahagiaannya. Ketiga karakter ini terus berjuang satu sama lain, menciptakan konflik yang menegangkan.

Selain itu, film Indonesia “Terbaik Dari Langit” juga menggunakan plot berlawanan. Film ini bercerita tentang Adam, seorang pilot yang sedang berduka atas kematian istri dan anaknya. Adam memutuskan untuk mengambil cuti panjang dan kembali ke kampung halamannya di Aceh. Di sana, ia bertemu dengan Maryam, seorang single parent yang berjuang meningkatkan kondisi kehidupannya. Meskipun awalnya tidak akrab, Adam dan Maryam terlibat dalam konflik yang rumit ketika Adam menawarkan kepada Maryam untuk menjadi penumpang di pesawat yang dioperasikannya. Konflik ini mencapai puncaknya ketika pesawat terjebak dalam keadaan darurat dan Adam harus mencari cara untuk menyelamatkan Maryam dan putrinya.

Kedua contoh di atas menunjukkan kehebatan plot berlawanan dalam menciptakan narratif yang kuat dan menarik, sehingga menarik perhatian penonton atau pembaca yang ingin mengetahui hasil akhir dari konflik tersebut. Plot berlawanan juga memberikan kebebasan bagi penulis untuk mengerjakan karakter cerita dalam cara yang lebih kompleks karena tidak ada pemenang yang jelas dalam konflik tersebut.

Plot Multipel


Plot Multipel Indonesia

“Malam Minggu Miko,” “Garis Tepi Seorang Ibu,” and “Lagi-Lagi Ateng” are examples of Indonesian films that use multiple plotlines. The idea of using multiple plotlines is to attract the audience’s attention with different stories. Sometimes, a single storyline could be too boring and too predictable for the audience. Thus, several plotlines help increase the experience that comes with watching a film.

“Malam Minggu Miko” is a television series created by Rako Prijanto and produced by Soraya Intercine Films. The series tells the story of Miko (Raditya Dika), a creative young man who lives in Jakarta. The show uses various plotlines, such as Miko’s love life and his relationship with his friends. The audience could relate to the story since it depicts the life of a young man that many Indonesians lead.

“Garis Tepi Seorang Ibu” is a film produced by Titi Kamal and directed by Rinaldy Puspoyo. The film tells the story of three women who are fighting for their own happiness. The film uses several plotlines, such as how the three women deal with their respective marriages and how they make a living. The film received positive reviews and was recognized as an excellent film that uses multiple plotlines to create an engaging story.

“Lagi-Lagi Ateng” is a comedy film directed by Monty Tiwa and produced by Starvision Plus. The film follows Ateng (Dede Yusuf), a taxi driver who falls in love with a beautiful woman named Iskak (Ria Irawan). The film uses several plotlines, such as Ateng’s love life, his friends, and his family. The film was successful and was recognized as one of the best comedy films in Indonesia.

Multiple plotlines in a film could deliver more in-depth stories since it gives the audience a glimpse of several lives that exist in the story. Moreover, it could increase the unpredictability of the story, where the audience could never guess what would happen next. It also adds texture to the story since several plotlines, when combined, could present the story in more detail.

In conclusion, multiple plotlines have become a popular storytelling technique in Indonesian films. Many films and television series use multiple plotlines, and it has proven to be a successful technique to captivate the audience. Indonesian audiences enjoy multiple plotlines because it depicts the complexity and diversity of real-life situations in a film. Moreover, it provides a fresh perspective and an exciting experience for viewers. Therefore, it has become an essential technique to hone when creating any Indonesian film or television series.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan