kabinetrakyat.com – Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengungkapkan alasan kenapa konflik agama di Indonesia terus ada.

Gus Yahya mengatakan, sebenarnya Indonesia sejak lama sudah bergulat dengan masalah hubungan antar umat.

“Cuma masalah itu datang lagi, datang lagi, sampai sekarang. Dulu kita ada ketemu dengan DI/TII, sudah berhasil kita selesaikan, eh datang lagi. Ada dulu komando jihad bisa diselesaikan, datang lagi. Begitu terus,” kata Gus Yahya dalam Editor’s Meeting R20 di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022).

Gus Yahya kemudian berpendapat, sebenarnya budaya asli Indonesia adalah toleransi.

Pasalnya, sejak dulu, Indonesia memiliki pengalaman dalam membangun harmoni di tengah heterogenitas yang luar biasa.

“Tapi persoalannya dunia ini masih dunia yang kacau. Sehingga, ketika kita berhasil menuntaskan masalah di dalam negeri, dunia ngirim kita masalah yang sama,” ujarnya.

Dari situ, Gus Yahya menarik kesimpulan bahwa penyelesaian masalah hubungan antar umat beragama tidak bisa diselesaikan secara domestik, melainkan harus dalam cakupan global.

Jika masalah di Indonesia sudah berhasil diatasi, Gus Yahya menyebut masalah agama itu akan datang lagi dari global.

“Ya bisa saja kita menang, tapi datang lagi. Begitu terus,” kata Gus Yahya.

Kemudian, Gus Yahya menyinggung masalah penolakan pendirian gereja yang terjadi beberapa waktu lalu di Cilegon, Banten.

Menurutnya, penolakan pembangunan gereja itu tidak masuk akal sama sekali.

“Sebetulnya ya, untuk saya sendiri, ini tidak masuk akal. Kok bisa satu masyarakat takut ada gereja, enggak masuk akal,” ujarnya.

Oleh karena itu, sembari menyelesaikan permasalahan antar umat di dalam negeri, pihaknya berupaya menuntaskan masalah serupa di dunia internasional.

Gus Yahya menyebut masalah keagamaan yang muncul di Indonesia merupakan kiriman dari luar negeri.

“Karena sebagian dari masalah-masalah yang muncul di hadapan kita di dalam negeri itu memang praktis kiriman yang disengaja oleh pihak-pihak dari luar. Apa boleh buat, memang ada. Yang begitu-begitu memang ada,” kata Gus Yahya.

“Kita harus ajak seluruh dunia ini bergulat bersama-sama mengatasi ini. Kalau tidak, tidak ada penyelesaian,” ujarnya lagi.

Gus Yahya kembali menekankan bahwa diskriminasi sudah jelas dilarang dalam konstitusi.

Ia pun menyatakan penyelenggaraan R20 pada awal November 2022 di Bali nanti sebagai salah satu bentuk agar dunia bisa menyelesaikan masalah ini.

“Bahwa itu semua adalah masalah yang muncul belakangan, sebagian karena politisasi domestik, sebagian lagi karena kiriman dari dinamika global. Maka upaya seperti ini (R20), dalam pandangan kami harus dilakukan. Supaya seluruh dunia ikut terlibat dalam mencari jalan keluar masalah ini,” kata Gus Yahya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan