kabinetrakyat.com – Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari buka suara terkait pasal yang terkandung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) tentang perzinahan dan kohabitasi.

Taufik menegaskan bahwa konsep dalam pasal perzinahan dan kohabitasi tersebut merupakan delik aduan absolut.

Artinya, hal itu tidak menjadi pidana apabila tidak adanya aduan dari pihak-pihak yang sebagaimana telah diatur dalam KUHP tersebut.

Adapun di dalam pasal tersebut tercatat bahwa pihak yang berhak melakukan pengaduan yakni istri atau suami bagi pasangan yang menikah, atau orangtua dan anak bagi yang belum terikat pernikahan.

Taufik memaparkan bahwa terdapat penjelasan tambahan terkait pasal tersebut agar tidak disalah artikan oleh publik maupun pemerintah daerah.

Sebagaimana hal tersebut telah dibahas saat pengambilan keputusan Tingkat I RKUHP pada Kamis, 24 November 2022 lalu.

Dia menjelaskan dalam penjelasan Pasal 412 telah disebutkan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut sekaligus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pasangan yang hidup bersama di luar ikatan pernikahan, sepanjang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus atau istimewa.

“Kecuali, bagi yang khusus mengatur tentang itu, ini maksdunya untuk Aceh,” kata Taufik, dilansir Pikiran-rakyat.com dari Antara.

Dengan demikian, Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang perzinahan atau kohabitasi tidak boleh melenceng dari ketentuan konsep tersebut.

“Harus delik aduan absolut. Jadi, tidak boleh ada perda yang mengatakan Satpol PP boleh merazia hotel, boleh merazia kamar kos, dan sebagainya. Memang ada pengecualian, pengecualian di Aceh,” katanya.

Menurut Taufiq, pengecualian bagi masyarakat di wilayah Aceh tersebut lantaran merujuk pada undang-undang yang diatur Pemerintah Provinsi Aceh dengan kesepakatan (MoU) Helsinki.

Dia pun berharap dengan adanya tambahan penjelasan tersebut bisa membuat pemerintah memahami pasal terkait perzinahan dan kohabitasi dalam KUHP guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

“Untuk mencegah adanya persekusi, penggerebekan dan razia, baik itu tidak boleh diatur bahwa memberikan kewenangan itu di perda-nya atau sebaliknya melakukan pelarangan-pelarangan,” katanya.

Taufik mengatakan apabila adanya persekusi terhadap orang yang dianggap melakukan perbuatan perzinahan dan kohabitasi oleh masyarakat, maka persekusi itu bisa menjadi pelanggaran hukum.***

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan