Tak Hanya Mengetik Naskah Proklamasi, Ini Peran Sayuti Melik di Balik Kemerdekaan RI

Jakarta:  Setiap tanggal 17 Agustus kita selalu memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia.  Suasana peringatan kemerdekaan pun sudah terasa sejak di awal Agustus.
 
Nah dalam peringatan HUT ke-77 RI ini, Sobat Medcom akan diajak untuk mengingat sejumlah peristiwa bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.  Termasuk mengenal tokoh-tokoh pahlawan yang besar jasanya bagi kemerdekaan RI
 
Salah satu tokoh yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kemerdekaan RI adalah Sayuti Melik, “sang juru ketik”.  Berkat jasa Sayuti Melik lah naskah proklamasi bisa dibacakan dan Indonesia bisa merdeka.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Meski dikenal sebagai tokoh yang mengetik naskah proklamasi RI, namun ternyata peran Sayuti tidak hanya itu.  Yuk, simak biografi Sayuti Melik untuk mengenal sosoknya lebih dekat lagi.
 
Sayuti Melik memiliki istri yang bernama Soerastri Karma Trimurti.  Soerastri merupakan aktivis perempuan dan wartawati. Ia dan Sayuti dikenal sama-sama berani dalam menentang kolonial.
 
Sifat patriotisme dalam diri Sayuti Melik ini diwarisi dari ayahnya. Kala itu, ayahnya juga berani menentang pemerintah kolonial karena telah seenaknya menanam paksa di sawah milik rakyat. 
 
Ayahnya juga seorang pokrol yang berperan selayaknya pengacara bagi para petani yang tertindas oleh pemerintah kolonial dan perusahaan-perusahaan milik Eropa.

Pendidikan Sayuti Melik

Dilansir dari laman Quipper, Sayuti kecil memulai pendidikannya di Sekolah Ongko Loro atau yang kita kenal sekarang dengan sekolah dasar di Srowolan, Solo. Lalu, setelah empat tahun, Sayuti melanjutkan sekolahnya di Yogyakarta.
 
Kemudian di 1920, ia masuk ke sekolah guru di Solo dan di situlah ia mulai belajar tentang kebangsaan dari guru Belanda-nya yang bernama H.A Zurink.  Masa muda memanglah masa keemasan karena bisa dibilang di masa itulah rasa ingin tahu tentang berbagai hal sangat tinggi.
 
Itu juga yang dirasakan Sayuti Melik.  Di usia belasan tahun, ia sudah tertarik belajar tentang komunisme, Marxisme, sosialisme, dan sebagainya. Ia sudah tertarik dengan majalah Islam Bergerak yang merupakan pimpinan dari K.H Misbach di Kauman, Solo.
 
Kala itu, belum ada pelarangan soal ideologi-ideologi tersebut, tetapi karena penulisan Sayuti dimuat di surat-surat kabar dan memunculkan pergerakan, Belanda sempat menahannya di usia 16 tahun.

Peran dan Sejarah Perjuangan Sayuti Melik

Peran Sayuti Melik mengusir penjajah di Tanah Air juga tak main-main. Selain berperan aktif sebagai aktivis, tercatat dalam sejarah Indonesia Sayuti Melik bertugas sebagai penulis naskah Proklamasi Kemerdekaan. Teks inilah yang jadi penanda bahwa Indonesia telah terbebas dari belenggu penjajahan. 
 
Biografi Sayuti Melik dan perjalanan hidupnya diwarnai oleh beberapa kali penangkapan. Tahun 1926, ia ditangkap Belanda karena dituduh membantu PKI lalu dibuang ke Boven Digul.
 
Lalu kembali ditangkap oleh Inggris dan di penjara selama setahun.  Setelah diusir, tertangkap lagi dan dibawa ke Jakarta pada tahun 1937. Beberapa kali penahanan, tidak membuat semangatnya luntur dalam melawan para penjajah.
 
Dari hobi menulisnya, Sayuti dan istrinya mendirikan Koran Pesat di Semarang yang dikerjakan sendiri mulai dari bagian redaksi, percetakan hingga penjualan. Tapi mereka juga tidak terlepas dari pengasingan karena tulisannya yang kritis. Hal ini menyebabkan keduanya harus bergantian keluar masuk pengasingan dan penjara.
 
Hingga akhirnya saat PUTERA didirikan, dengan bantuan dari Bung Karno, Sayuti dan istrinya baru bisa kembali lagi bersatu. Selain menggeluti bidang jurnalistik, dalam biografi Sayuti Melik juga tercatat bahwa dirinya merupakan anggota aktif dari PPKI. 
 
Sayuti Melik termasuk golongan tua, yakni golongan yang sangat mendesak Bung Karno untuk segera menyatakan Proklamasi. Untuk itu, di tanggal 16 Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta diculik dan diasingkan ke Rengasdengklok.
 
Tapi, penculikan ini dilakukan untuk meyakinkan mereka agar segera menyatakan kemerdekaan Indonesia, karena waktu itu Jepang sedang kalah dari Sekutu.  Setelah adanya kesepakatan, barulah naskah Proklamasi dirumuskan oleh Bung Karno dan Bung Hatta di rumah Laksamana Muda Maeda.
 
Biografi Sayuti Melik mencatatkan bahwa dirinya dan Sukarni menjadi saksi dan membantu dalam merumuskan teks Proklamasi.

Proses Perumusan Teks Proklamasi

Tanggal 16 Agustus 1945 penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Bung Karno, Bung Hatta, Subardjo, Sukarni, dan Sayuti Melik. Bung Karno menulis, sementara Bung Hatta dan Subardjo mendiktekan kalimat Proklamasi. Kalimat pertama merupakan ide dari Ahmad Soebardjo, sementara kalimat terakhir merupakan pemikiran dari Bung Hatta. 
 
Sayuti Melik adalah sekretaris dari Bung Karno waktu itu, sebab ialah yang mengetik teks Proklamasi setelah disusun. Tetapi, ada beberapa perubahan yang dibuatnya, seperti:

  • Kalimat wakil-wakil bangsa Indonesia diganti menjadi atas nama bangsa Indonesia.
  • Tempoh diubah jadi tempo.
  • Adanya penambahan nama Soekarno-Hatta di bagian bawah.
  • Lalu Djakarta, 18-8-05 diubah jadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.

Sementara teks Proklamasi sedang dirumuskan, di ruang tengah dan di serambi rumah para anggota PPKI dan beberapa pemuda sudah menunggu teks tersebut dibacakan.  Pada pagi harinya tepat pukul 10.00 di kediaman Soekarno yaitu Pegangsaan Timur 56, Proklamasi dibacakan.
 
Atas usulan dari Sukarni, Bung Karno dan Hatta menandatangani teks Proklamasi. Pembacaan tersebut juga dihadiri oleh beberapa tokoh seperti Wilopo, Soewirjo, Tabrani, Gaffar Pringgodigdo, dan Trimurti.

Peran Sayuti Melik Setelah Kemerdekaan

Belum genap setahun pasca kemerdekaan, Sayuti Melik seakan berubah 360 derajat. Tadinya ia sangat tertarik dengan komunisme justru jadi orang yang menentang gagasan tentang Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) yang digagas oleh Bung Karno. Tulisan-tulisannya merujuk pada kritikan pedas tentang PKI yang dianggap sebagai penjilat penguasa. 
 
Meski memiliki peran besar pada proses kemerdekaan kita, menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), serta sangat dekat dengan Bung Karno, ia tetap merasa belum merdeka. 
 
Atas perintah Amir Sjarifuddin yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Sayuti Melik ditangkap dengan tuduhan terlibat dengan kasus makar yang pertama kali terjadi di Indonesia pada tanggal 3 Juli 1946.  Tapi karena tidak terbukti bersalah, ia dibebaskan dari dakwaan itu dan turut melawan Belanda yang pada waktu itu ingin kembali berkuasa di Indonesia.
 
Tahun 1948, Sayuti kembali ditangkap Belanda dan ditahan di Ambarawa. Dia baru dibebaskan di tahun 1950 ketika penyerahan kedaulatan dilakukan.
 
Ketika masa orde baru atau di masa pemerintahan Soeharto, nama Sayuti Melik kembali naik karena dirinya bergabung dengan partai penguasa yaitu Golkar. Lalu pada tahun 1971 dan 1977 bahkan Sayuti berhasil menduduki anggota MPR/DPR.
 
Hidup nyamannya baru dirasakan di masa orde baru ini setelah di masa mudanya ia harus keluar masuk penjara.  Nah, tepat di tanggal 27 Mei 1989 ketika berusia 80 tahun, Sayuti Melik wafat di Jakarta.
 
Sampai wafat, Sayuti Melik tetap mengabdi untuk bangsa ini. Soeharto yang waktu itu menjabat jadi presiden ikut melayat sosok yang sangat berpengaruh itu dalam kemerdekaan Indonesia. 
 
Itulah biografi singkat Sayuti Melik serta bagaimana pengorbanannya dalam memerdekakan bangsa ini. Dari kisah hidupnya, kita belajar satu hal bahwa kamu bisa turut memajukan Indonesia melalui bidang yang kamu sukai. 
 

 

(CEU)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan