Top Pak Jokowi! RI Sukses Ketiban Berkah Rp326 Triliun

kabinetrakyat.com – Indonesia sukses ketiban berkah dari pengembangan hilirisasi pertambangan khususnya hilirisasi nikel. Tercatat pada tahun 2021 nilai tambah dari ekspor nikel hasil hilirisasi melejit hingga 18 kali lipat menjadi US$ 20,8 miliar atau Rp326 triliun (kurs Rp 15.700 per US$).

Hal itu disampaikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Ia bilang, atas pelarangan ekspor nikel dan melakukan hilirisasi di dalam negeri, nilai ekspor nikel mengalami loncatan yang signifikan.

Dari tahun 2017 – 2018 yang nilai ekspornya hanya US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 19 – 20 triliun melejit di tahun 2021 mencapai US$ 20,8 miliar atau Rp 326 triliun . “18 kali lipat kita hitung nilai tambahnya,” tandas Presiden Jokowi.

Sebagaimana diketahui, atas kebijakan hilirisasi nikel, pemerintah Indonesia digugat oleh Uni Eropa di WTO. Indonesia pun harus menerima kekalahan atas gugatan tersebut.

“Ekspor bahan mentah sekali lagi meski kita kalah di WTO urusan nikel ini di gugat Uni Eropa kita kalah, tidak apa-apa kita sampaikan ke Menteri banding,” terang Presiden Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi Tahun 2022, Rabu (30/11/2022)

Presiden Jokowi kembali menegaskan, bahwa kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor nikel merupakan upaya pemerintah mencari nilai tambah di dalam negeri.

Seperti yang diketahui, Indonesia kalah gugatan di WTO oleh Uni Eropa. Hasil putusan panel WTO yang dicatat dalam sengketa DS 592 sudah keluar pada tanggal 17 Oktober 2022. Isinya: Memutuskan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.

Dalam final panel report tersebut juga berisi panel menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif menyampaikan, keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap. Maka, Indonesia tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB). “Keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga Pemerintah akan melakukan banding,” ungkap Arifin.

Adapun final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada tanggal 30 November 2022 dan akan dimasukkan ke dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.

Setidaknya, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dinilai melanggar ketentuan WTO. Pertama, UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

Kedua, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Ketiga, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Keempat, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan