Definisi Turuk dalam Bahasa Jawa


Turuk Artinya dalam Bahasa Jawa: Makna dan Signifikansi

Turuk adalah salah satu kata dalam bahasa Jawa yang memiliki arti yang sangat spesifik. Turuk adalah istilah yang merujuk pada prosesi atau upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa dalam rangka memurnikan diri dari berbagai kejahatan dan kotoran. Turuk biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa yang mempraktikkan kepercayaan atau agama Jawa, di mana prosesi ini dilaksanakan sebagai bagian dari upacara keagamaan atau ritual tertentu.

Turuk biasa dilakukan dalam waktu-waktu tertentu seperti menjelang pernikahan, lahirnya anak, atau menjelang hari-hari besar agama seperti Idul Fitri atau bulan Ramadhan. Prosesi turuk ini merupakan bentuk penghormatan kepada para leluhur dan disebut sebagai bentuk pengampunan dosa-dosa yang telah dilakukan sebelumnya.

Turuk sendiri sebenarnya memiliki banyak jenis, dari turuk jaranan hingga turuk kuda lumping, namun semuanya memiliki prinsip yang sama yaitu diadakan sebagai bentuk permohonan pengampunan dari berbagai dosa dan kesalahan yang dilakukan selama hidup.

Prosesi turuk biasanya dimulai dengan pengambilan air selokan atau air yang terkotori, ingin dijadikan sebagai media untuk mengusir roh jahat dan menjadi tanda permohonan maaf dari keluarga atau masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Setelah itu, turuk dilakukan dalam bentuk prosesi berjalan dengan menggunakan kendaraan seperti jaranan ataupun kuda lumping yang dibarengi dengan jogetan dan iringan musik khas Jawa. Saat itu, selain para penari dan musikus yang melakukan jogetan dan iringan musik, seorang pawang atau dukun turut hadir dan melakukan doa-doa yang bertujuan untuk membersihkan diri dari energi-energi negatif atau roh jahat.

Prosesi turuk sendiri terus dilestarikan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini, terutama di daerah yang masih konsisten berpegang pada tradisi dan kepercayaan Jawa. Selain sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, turuk juga dianggap sebagai bentuk penyucian diri dan masyarakat yang melakukannya dan bermanfaat dalam menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

Jenis-jenis Turuk dalam Bahasa Jawa


Turuk dalam bahasa jawa

Turuk adalah untaian kata atau rangkaian kata yang digunakan dalam bahasa Jawa dengan tujuan untuk memberikan makna yang lebih dalam pada suatu kalimat. Biasanya, turuk ini digunakan di dalam puisi maupun pantun yang ada dalam kesenian Jawa. Oleh karena itu, turuk bisa dikatakan sebagai salah satu ciri khas dari bahasa dan budaya Jawa.

Turuk sendiri terdiri dari beberapa jenis, dan dalam bahasa Jawa klasik terdapat 18 jenis turuk. Berikut adalah penjelasan tentang beberapa jenis turuk dalam bahasa Jawa:

1. Lokananta

Lokananta dalam bahasa jawa

Jenis turuk pertama adalah lokananta, yang secara harfiah berarti “aloka ananta” atau cahaya yang tak terbatas. Lokananta digunakan dalam bahasa Jawa sebagai simbol dari kekekalan dan kemuliaan. Biasanya digunakan dalam kalimat pembuka atau penutup dalam ciptaan sastra.

2. Wukir Sari

Wukir Sari dalam bahasa jawa

Wukir sari adalah turuk yang terdiri dari dua kata, “wukir” yang berarti mengukir atau memahat, dan “sari” yang berarti inti atau esensi. Dalam sebuah puisi atau pantun, turuk ini digunakan untuk mengungkapkan ide atau gagasan dengan cara yang indah dan berkesan.

Contoh penggunaan wukir sari bisa kita lihat dalam sebuah pantun seperti berikut:

Wukir ringgit setengah noso
Sari kami lesehan sorso
Tutpun hoyong tetep kreso
Kanggo sembahyang mohon rahso

Ini artinya, meski hidup serba kekurangan, namun kami tetap setia mengikuti ajaran agama dan berdoa memohon rahmat Tuhan agar kehidupan semakin baik.

3. Candrakanta

Candrakanta dalam bahasa jawa

Candrakanta adalah turuk yang secara harfiah berarti “batu permata bulan”. Turuk ini digunakan untuk menyatakan keindahan atau kecantikan pada objek atau hal tertentu dalam sebuah puisi atau pantun. Biasanya digunakan untuk menggambarkan kecantikan seorang wanita.

Contoh penggunaan candrakanta bisa kita lihat dalam sebuah pantun seperti berikut:

Kethok rembulan linuwih cadek
Padhang sawit tansah ketusik
Sinom wangi srengenge tua
Kulo kroso marang si jantung

Ini artinya, keindahan rembulan yang menggoda, sawit yang rimbun, dan aroma sinom yang harum sama dengan kecantikan dan daya tarik hati si jantung.

4. Lurik

Lurik dalam bahasa jawa

Lurik adalah turuk yang terdiri dari tiga kata, yaitu “la”, “ra”, dan “ik”. Lurik digunakan untuk memberikan kesan yang berulang-ulang atau repetitif pada sebuah kalimat dalam puisi atau pantun. Turuk ini juga bisa digunakan untuk menekankan suatu kata atau frase.

Contoh penggunaan lurik bisa kita lihat dalam sebuah pantun seperti berikut:

Ketika langit akan turun hujan
Alangkah nikmat rasa segar airnya
Iya iya lirik dan disaksikan
Lawan ku tak memendam rasa sayang

Ini artinya, air hujan yang segar dan nikmat bisa menjadi penyembuh hati yang duka dan melihat lawan yang dicintai juga bisa menyembuhkan rasa cinta yang terpendam.

5. Bapang Selisir

Bapang Selisir dalam bahasa jawa

Bapang selisir terdiri dari dua kata, yaitu “bapang” yang berarti sepohon pohon, dan “selisir” yang berarti merambat. Turuk ini digunakan untuk menggambarkan kondisi alam atau lingkungan sekitar dengan cara yang indah dan kreatif.

Contoh penggunaan bapang selisir bisa kita lihat dalam sebuah pantun seperti berikut:

Bumi sampun geger bener
Wong gering retir tah munjul
Bapang selisir srek silir
Srubut bagus manis tur syer

Ini artinya, bumi sudah bergetar dan orang-orang sudah lari ke segala arah. Seperti ranting yang merambat, kita harus bergandeng tangan dan saling membantu untuk bisa menjalani hidup dengan baik.

Turuk-turuk dalam bahasa Jawa adalah sebuah kesenian yang memiliki keunikan dan keindahan tersendiri. Dalam puisi maupun pantun, turuk bisa memberikan pengaruh yang kuat pada kesan dan makna yang ingin disampaikan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempelajari dan melestarikan turuk dalam bahasa Jawa agar kekayaan budaya Jawa bisa tetap terjaga.

Asal Usul Penggunaan Turuk dalam Bahasa Jawa


Turuk dalam bahasa Jawa

Jawa, suku bangsa yang mendiami pulau Jawa, memiliki bahasa yang kaya dan unik. Salah satu kata yang sering digunakan dalam bahasa Jawa adalah “turuk”. Kata ini tampaknya sangat populer di antara masyarakat Jawa, terutama di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Terlepas dari itu, asal usul penggunaan kata “turuk” dalam bahasa Jawa masih menjadi misteri bagi sebagian orang – bahkan bagi penduduk asli Jawa sekalipun.

Menurut beberapa sumber, penggunaan kata “turuk” oleh masyarakat Jawa berawal dari penggunaan bahasa Sunda. Di Jawa Barat, terdapat sebuah tradisi yang disebut “Ngarot” atau “Ngaritak”, yang memiliki arti “menyusuri”. Kata “ngaritak” sendiri berasal dari bahasa Sunda yang artinya sama dengan “turuk”. Kata “turuk” kemungkinan besar kemudian diadopsi oleh masyarakat Jawa karena sering terdengar dan mudah diingat.

Namun, ada juga yang mengatakan bahwa asal usul penggunaan kata “turuk” berawal dari penggunaan bahasa Jawa Kuno, yaitu Bahasa Kawi. Dalam bahasa Kawi, kata “turuk” digunakan dengan arti “anak yang berada di dalam kandungan”. Meskipun saat ini kata “turuk” jarang digunakan dengan arti ini, beberapa ahli bahasa menempatkan penggunaan ini sebagai asal usul nama untuk setiap “anak” – bukan hanya anak di dalam kandungan, tetapi juga anak manusia.

Di era modern ini, kata “turuk” tidak lagi digunakan hanya untuk “anak”, tetapi telah berkembang menjadi istilah umum untuk menunjukkan “sesuatu yang ada di dalam”. Misalnya, ketika orang-orang Jawa berkunjung ke makam atau tempat suci, mereka akan mengatakan “turuk kersanane” – yang secara harfiah berarti “masuk ke dalam kesucian”. Mereka yang ingin membuka bisnis baru, setelah matang dalam merenung, akan mengatakan “turuk ring mangsa iki” – yang secara harfiah berarti “mulai di tempat ini”.

Dalam kehidupan sehari-hari, kata “turuk” sering digunakan dengan berbagai arti dan konteks. Lebih jauh lagi, kata ini sering menjadi bagian dari kalimat atau frasa dalam bahasa Jawa, seperti “nandur turuk” yang berarti “menjaga dan merawat dengan baik” atau “meketek turuk” yang berarti “mempertahankan apa yang kita miliki”.

Dengan kata lain, penggunaan kata “turuk” dalam bahasa Jawa tidak hanya memberikan nilai historis, tetapi juga nilai praktis dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun asal usul kata ini masih menjadi misteri, keberadaannya tetap menjadi bagian integral dari bahasa Jawa. Oleh karenanya, untuk memahami budaya dan kehidupan masyarakat Jawa secara lebih luas, penting bagi kita untuk mempelajari kata-kata seperti “turuk” dan makna yang terkait dengannya.

Penggunaan Turuk dalam Bahasa Sehari-Hari


Arti kata turuk dalam bahasa Jawa

Bahasa Jawa memiliki banyak kosakata yang beragam dan menarik. Salah satu kata unik dalam bahasa Jawa adalah ‘turuk’. Kata ini digunakan dalam bahasa Indonesia sebagai kata serapan dari bahasa Jawa. Arti kata turuk dalam bahasa Jawa adalah ‘maju’ atau ‘berjalan’. Berikut adalah beberapa contoh penggunaan kata turuk dalam bahasa sehari-hari di Indonesia.

Penggunaan kata turuk dalam bahasa sehari-hari cukup umum di Jawa. Misalnya, ketika Anda sedang dalam perjalanan menuju kantor atau sekolah, bisa mengatakan “Aku turukke kantor/sékolah.” Makna dari kalimat ini adalah “Aku sedang berjalan menuju kantor/sekolah.”

Penjaga gunung dalam bahasa Jawa

Selain itu, penggunaan kata turuk juga banyak digunakan dalam cerita legenda atau mitos. Salah satu cerita yang terkenal di Indonesia adalah Legenda Ratu Kidul. Dalam legenda tersebut, ratu laut di Indonesia digambarkan sebagai sosok perempuan cantik yang memiliki kekuatan magis. Konon, dia kerap muncul di pantai selatan pulau Jawa, kemudian berjalan turuk-turuk menuju laut. Dalam konteks ini, penggunaan kata turuk memiliki arti ‘berjalan dengan konsisten atau terus-menerus menuju ke arah tertentu’.

Contoh lain dari penggunaan kata turuk adalah dalam kalimat, “Sing nggunakaké motor nguruk sakdurunge.” artinya adalah “Mereka menggunakan motor untuk pergi berkeliling sebelumnya.” Jadi, dalam kalimat tersebut kata turuk memiliki makna ‘berkeliling’, serta arti ‘maju’ atau ‘berjalan’.

Seni Topeng Jawa

Tidak hanya di dalam bahasa Jawa sehari-hari, istilah turuk juga digunakan dalam konteks kebudayaan. Seni tradisional yang dikenal dengan ‘Topeng Turuk’ adalah salah satu contoh penggunaan kata turuk dalam budaya Jawa. Seni topeng ini berasal dari Jawa Tengah dan biasanya dipentaskan dalam acara-acara adat, seperti perkawinan, khitanan, atau upacara ritual lainnya. Soal nama topeng, kata turuk digunakan untuk menunjukkan gerakan tari yang dianggap wajib dilakukan para penari pengiring pengantin. Dalam seni topeng, makna turuk menggambarkan gerakan tari yang indah dengan pengiring musik tradisional Jawa.

Dalam kebudayaan Jawa, nama turuk juga sering disebut dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Salah satu tokoh yang terkenal dalam sejarah Indonesia adalah Sultan Agung Jawa Tengah. Sultan yang memiliki nama asli Raden Mas Rangsang, lahir pada tahun 1593. Dia memerintah Jawa Tengah selama 22 tahun dan dikenal sebagai sosok yang berhasil mempersatukan seluruh kerajaan kecil di Jawa Tengah dan melancarkan perang melawan Belanda. Salah satu hal yang menonjol dari Sultan Agung adalah keterampilannya dalam berperang. Sultan Agung dikenal sebagai raja berperang yang memiliki keahlian terampil dalam menunggang kuda dan berjalan turuk-turuk di medan perang. Gerakan turuk-turuk ini dilakukan agar tidak mudah menjadi sasaran kejaran musuh. Maka, gerakan turuk ini menjadi bagian dari sejarah perjuangan Indonesia.

Dalam bahasa Jawa, kata turuk memiliki banyak makna. Dalam konteks kebudayaan dan sejarah, turuk digunakan untuk mengartikan gerakan atau posisi tertentu dalam tarian atau pertempuran. Namun, dalam bahasa sehari-hari, turuk digunakan sebagai sinonim untuk kata ‘maju’ atau ‘berjalan’. Sebagian besar masyarakat jawa di Indonesia adalah penutur bahasa Jawa. Maka, penting bagi mereka untuk memahami kata turuk dan kosakata lainnya dalam bahasa Jawa agar tetap memperkaya dan melestarikan budaya Jawa.

Contoh Kalimat yang Menggunakan Kata Turuk dalam Bahasa Jawa


Turuk in Javanese Language

Turuk adalah salah satu kata dalam bahasa Jawa yang mengacu pada seekor ayam jantan yang sedang merajuk atau sedang dalam kondisi tertentu yang membuatnya enggan untuk makan atau bergerak. Dalam Jawa, turuk juga bisa merujuk pada orang yang sedang sedih atau sedang down.

Contoh Kalimat:

  1. “Aku ngelih turuk iki nang kandang, kok nganti durung iso golek-golek tekan wadekanku, sabet telowi karo gesang nalika diundang tekan pekon.”

    English meaning: “I saw that rooster being in low spirit inside the poultry, it seemed unable to search for its food anymore, and kept mumbling while being invited by the villagers.”

  2. “Kowe ora pepujanipun, nanging kowe bisa wedi turuk bakal karo lurahipun karo wong liya, yo mesti ngejawantah karo wong liya.”

    English meaning: “You are not worshiping anyone, but if you are down, then you must share it with someone else, otherwise, it will keep torturing you.”

  3. “Kae, neng jaman dulu, saiki wis bubar kabeh Èf X. Turuk ora ono sing senapsan”

    English meaning: “Back in those days, now all of the FX people have been disbanded. Nobody can resist the break up.”

  4. “Kembang turuk manungsa, ana sak panungsa, musuhe koyo kembang sing bakal omongke bakal ngomong yo koyo kembang sing adus”

    English meaning: “Human’s emotions are just like flowers, each has their own moments. Those who are sad, will express their emotions like a drooping flower, while those who are happy, they will talk like a blooming flower.”

  5. “Wes rayuan nanging kok turuk aku iki, awakku ora kuat liwat saka polokone”

    English meaning: “It’s already a mellow song, but still I am down, I am not able to pass through this loneliness.”

Dalam konteks ayam aduan, turuk adalah kondisi di mana seekor ayam jantan mengalami kerusakan fisik atau mental. Ayam yang mengalami turuk biasanya sedikit berbeda dengan ayam sehat lainnya. Mereka cenderung lebih diam dan kurang aktif, dan mungkin menolak makan atau minum air sehari-hari.

Kondisi turuk dalam ayam jantan sering kali diakibatkan oleh kecemasan atau ketakutan yang berlebihan. Pertarungan ayam aduan lebih sering dilakukan di arena yang berisik dan penuh dengan kerumunan orang. Hal ini dapat membuat ayam merasa cemas dan tertekan.

Di sisi lain, turuk juga bisa berarti sedang down atau sedang merajuk pada manusia. Kondisi turuk ini bisa muncul ketika seseorang mengalami kegagalan atau kekecewaan yang besar. Hal inilah yang membuat mereka merasa sedih dan kurang bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Jadi, demikianlah beberapa contoh kalimat yang menggunakan kata turuk dalam bahasa Jawa. Semoga artikel ini bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang arti dari turuk itu sendiri.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan