Table of contents: [Hide] [Show]

Erupsi Gunung Marapi pada tanggal 3 Desember telah mengejutkan banyak pihak, menyebabkan dampak serius bagi para pendaki yang berada di puncak gunung. Wakapolda Sumbar, Brigjen Pol Edi Mardiyanto, mengonfirmasi bahwa seluruh proses pencarian dan evakuasi telah dihentikan pada Rabu (6/12), menyusul penemuan dan evakuasi seluruh korban. Dalam upaya penyampaian informasi yang lengkap, artikel ini akan membahas detail erupsi, proses pencarian, serta tantangan yang dihadapi oleh tim SAR.

Erupsi Gunung Marapi terjadi pada Minggu (03/12), memengaruhi sekitar 75 pendaki. Dari jumlah tersebut, 52 orang selamat, 23 orang meninggal dunia, dan 12 korban luka-luka sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Proses pencarian dan evakuasi dilakukan secara intensif selama beberapa hari, dengan tim SAR menghadapi tantangan signifikan akibat erupsi yang berulang kali terjadi.

Tim SAR gabungan, melibatkan 200 anggota, terus bekerja keras selama tiga hari untuk menjangkau area pencarian seluas lebih dari lima kilometer persegi. Pada hari ketiga evakuasi, korban terakhir ditemukan dalam kondisi meninggal dunia, menandai penutupan resmi proses pencarian. Meskipun menghadapi kendala erupsi berulang, tim SAR berhasil menyelesaikan tugasnya dengan efisien.

Selama proses pencarian, tim menghadapi berbagai tantangan, termasuk abu vulkanik yang turun sampai ke kaki bukit, mengganggu jarak pandang pada Selasa (05/12). Tantangan lainnya termasuk luasnya area pencarian, dengan tim fokus pada radius 800 meter dari jalur pendakian Gunung Marapi. Koordinasi yang baik antarinstansi menjadi kunci untuk mencapai efektivitas maksimal dalam penanganan bencana ini.

Mayoritas korban tewas ditemukan dalam pencarian pada Senin hingga Selasa pekan ini. Seluruh proses evakuasi dilakukan dengan hati-hati, terutama karena masih adanya aktivitas erupsi yang berlangsung. Pemulihan korban selamat yang mengalami luka bakar, patah tulang, dan kondisi lainnya dilakukan di rumah sakit di Padang Panjang dan Bukittinggi.

Sebuah video viral memperlihatkan kondisi tiga pendaki yang terjebak erupsi Gunung Marapi, merekam diri mereka dalam kepayahan dan membutuhkan pertolongan. Zhafirah Zahrim Febrina, seorang mahasiswa semester tiga Politeknik Negeri Padang, menjadi salah satu korban yang merekam kondisinya untuk meminta bantuan.

Kisah Zhafirah mencerminkan kepedulian dan kepanikan keluarga yang mencari tahu kabarnya melalui berbagai sumber informasi. Komunikasi terakhir dengan Zhafirah terjadi sekitar pukul 18.00 WIB karena baterai telepon selular habis. Pemantauan dan informasi dari keluarga sangat penting selama proses evakuasi dan pencarian.

BKSDA Sumatera Barat memberikan izin pendakian Gunung Marapi berdasarkan kesepakatan dengan pemda dan Basarnas. Meskipun terjadi bencana, izin pendakian diberikan setelah sosialisasi aturan, seperti menjaga jarak dari kawah dan pendakian minimal tiga orang. BKSDA Sumbar menegaskan bahwa hanya pendaki dengan mitigasi dan adaptasi bencana yang diizinkan mendaki.

Gunung Marapi sudah berstatus Waspada sejak tahun 2011, dengan rekomendasi untuk tidak mendekati dalam radius tiga kilometer dari puncak gunung. Status ini diberikan sebagai tanda peringatan keras bagi masyarakat. Meskipun status tersebut telah ada selama beberapa tahun, penting untuk terus mengingatkan masyarakat akan potensi bahaya gunung berapi.

Pencarian dan evakuasi korban erupsi Gunung Marapi telah berakhir, menandai penutupan dari satu tragedi yang mengguncang. Pihak berwenang, tim SAR, dan instansi terkait telah bekerja sama dengan baik untuk menangani situasi ini. Keselamatan masyarakat menjadi prioritas utama, dan langkah-langkah preventif perlu terus diambil untuk mengurangi risiko bencana di masa mendatang.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan