Bukit Asam Tegaskan Belum Ada Kesepakatan Harga Soal Caplok PLTU PLN

kabinetrakyat.com – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) memberikan penjelasan soal rencana pencaplokan PLTU milik PLN. Kedua belah pihak sebelumnya telah meneken kerja sama principal framework agreement atau kerangka perjanjian soal rencana akuisisi PLTU ini.

Bukit Asam menjelaskan pihaknya dan PLN masih melakukan penjajakan dalam program pensiun dini atau early retirement salah satu PLTU, yakni PLTU Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Principal Framework Agreement merupakan komitmen bersama yang memberi ruang untuk mencapai kesepakatan terbaik yang memberi nilai maksimal bagi kedua belah pihak.

“Kerja sama ini menguntungkan semua pihak, baik PLN maupun PTBA,” ujar Direktur Utama Bukit Asam Arsal Ismail, dalam keterangannya, Kamis (20/10/2022).

Sejauh ini pihaknya mengatakan belum ada kesepakatan transaksi maupun harga yang ditentukan dalam rencana akuisisi PLTU milik PLN.

Setelah penandatanganan Principal Framework Agreement ini, PTBA dan PLN akan melakukan proses due dilligence (uji tuntas) untuk progam early retirement PLTU tersebut. Termasuk salah satunya penentuan harga dan komersialisasi proyek tersebut.

Sebelumnya, pihak PLN menjabarkan PLTU yang diakuisisi di Pelabuhan Ratu sebesar 3 x 350 megawatt dengan nilai ditaksir mencapai US$ 800 juta atau setara Rp 12,3 triliun (kurs Rp 15.400). Hal ini diungkapkan oleh Direktur Transmisi dan Sistem Perencanaan PLN Evy Hariyadi.

Haryadi menjelaskan skema akuisisi PLTU ini akan dilakukan dengan membentuk perusahaan patungan antara Bukit Asam dengan anak usaha PLN Indonesia Power. Nantinya, perusahaan patungan itu akan menampung bantuan dana dari berbagai pihak untuk melakukan pensiun dini PLTU.

Dia menjelaskan pihak Kementerian Keuangan sedang membentuk skema pendanaan murah energy transition mechanism (ETM). Nanti skema pendanaan itu akan diberikan kepada perusahaan patungan Bukit Asam dan PLN.

“Nanti akan menggunakan pendanaan murah skema ETM yang sudah disusun Kementerian Keuangan,” kata Haryadi ditemui di Nusa Dua Bali Convention Center, Selasa (18/10/2022).

Haryadi menjelaskan pendanaan akan diberikan dengan bentuk keringanan biaya utang pembangunan PLTU, kebanyakan PLTU yang beroperasi di Indonesia baru bisa dipensiunkan bila sudah untung dan menyelesaikan utang pembangunan. Nah, dengan keringanan biaya utang tersebut, PLTU bisa lebih cepat dipensiunkan.

“Misalnya PLTU yang ada punya biaya hutang dengan biaya 7% namun dengan refinancing bunganya dijadikan 3% dengan itu maka utang itu akan dilunasi dengan lebih cepat. Usia misalnya 24 tahun, untung bisa tetap, tapi dipersingkat. Kalau dia dapat refinancing maka misal utang US$ 1 miliar nggak mesti 24 tahun, 15 tahun aja bisa selesai,” papar Haryadi.

Keikutsertaan PTBA dalam rencana early retirement PLTU Pelabuhan Ratu ini didasari oleh beberapa pertimbangan strategis.

Dari sisi proyeknya, PLTU Pelabuhan Ratu merupakan tulang punggung pasokan listrik di wilayah bagian selatan Pulau Jawa. Berdasarkan lokasi geografis, tata kelola PLTU Pelabuhan Ratu relatif lebih mudah diintegrasikan dengan sistem rantai pasok PTBA.

Kebutuhan batu bara PLTU Pelabuhan Ratu sebanyak 4,5 juta ton per tahun atau 67,5 juta ton selama 15 tahun. Hal tersebut selaras dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) untuk pemanfaatan cadangan batu bara PTBA. Dengan teknologi dan sistem pendukung terbaik, PLTU ini mampu memberi jaminan keandalan optimal.

Secara keekonomisan kinerja PLTU sudah sangat efisien, sehingga berpotensi meningkatkan nilai tambah dari nilai keekonomian batu bara sebagai bahan baku. Potensi tambahan pendapatan dari penjualan listrik sebesar Rp 6 triliun per tahun.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan