Indeks Hang Seng Hong Kong Ambrol 6% Lebih, Ada Apa?

kabinetrakyat.comJakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali ditutup menghijau pada perdagangan Senin (24/10/2022) awal pekan ini, meski bursa saham China dan Hong Kong ditutup ambles lebih dari 2%.

Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menguat 0,31% ke posisi 26.974,9, ASX 200 Australia melonjak 1,54% ke 6.779,4, KOSPI Korea Selatan melesat 1,04% ke 2.236,16, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terapresiasi 0,5% menjadi 7.053,04.

Namun untuk indeks Hang Seng Hong Kong dan Shanghai Composite China ditutup ambruk pada hari ini. Indeks Hang Seng ditutup ambruk hingga 6,36% ke posisi 15.180,69 dan Shanghai ambles 2,02% menjadi 2.977,56.

Sementara untuk bursa saham Singapura pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur memperingati Hari Deepavali atau Diwali, hari Festival Cahaya umat Hindu.

Tai Hui, kepala strategi pasar Asia Pasifik di JPMorgan Asset Management, mengatakan bahwa kombinasi faktor telah membuat indeks Hang Seng ambruk lebih dari 6% dan Shanghai yang ambles 2% lebih pada hari ini, termasuk pergerakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) yang kembali meninggi.

Investor mungkin juga mengharapkan langkah-langkah kebijakan yang akan diumumkan selama Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis China, yang ditutup pada akhir pekan ini dengan loyalis Presiden Xi Jinping ditunjuk untuk membentuk kelompok kepemimpinan inti.

“Karena pertemuan itu sebagian besar tentang perubahan personel, pemulihan ekonomi mungkin tidak datang secepat yang kami harapkan,” kata Tai kepada CNBC International.

Sementara itu dari Jepang, data awal dari aktivitas manufaktur dan jasa yang tergambarkan pada Purchasing Manager’s Index (PMI) periode Oktober telah dirilis pada hari ini.

Data awal PMI manufaktur versi Jibun Bank periode bulan lalu terpantau turun tipis menjadi 50,7, dari sebelumnya pada September lalu di angka 50,8. Namun, angka ini masih lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 50,5.

Sedangkan, data awal PMI jasa versi Jibun Bank periode bulan lalu terpantau naik menjadi 53, dari sebelumnya pada September lalu di angka 50,8. Tetapi, angka ini masih lebih besar dari perkiraan pasar yang sebesar 51,7.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.

Bursa Asia-Pasifik secara mayoritas ditutup cerah di tengah ada kabar bahwa beberapa pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mulai resah terhadap pengetatan kebijakan suku bunga yang masih berlanjut hingga akhir tahun ini, bahkan awal tahun depan.

WSJ melaporkan beberapa pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mulai mengisyaratkan keinginan mereka untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga segera.

“Artikel Wall Street Journal yang menyebutkan laju kenaikan suku bunga sedang dipertimbangkan oleh para pelaku pasar,” kata Daniel Ghali, ahli strategi komoditas di TD Securities, dikutip dari Reuters.

Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly mengatakan bahwa The Fed harus menghindari menempatkan ekonomi AS ke dalam “penurunan paksa” dengan pengetatan yang berlebihan. Ia menambahkan bahwa The Fed mendekati titik di mana laju kenaikan suku bunga harus diperlambat.

Pada November nanti, bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan menaikkan lagi sebesar 75 basis poin (bp) menjadi 3,75% – 4%. Tidak cukup sampai di situ, kenaikan masih akan terus dilakukan hingga awal tahun depan.

Namun, laju kenaikan suku bunga pada akhir tahun ini dan awal tahun depan bisa saja menurun, apabila anggota The Fed sepakat untuk menurunkan laju kenaikannya.

Meski begitu, pasar sudah memprediksi tingkat suku bunga The Fed hingga Februari 2023. Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat suku bunga The Fed berada di level 4,75% – 5% pada Februari 2023.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan