Kisah Jusuf Hamka Selamatkan Pendiri Astra dari Kebangkrutan

kabinetrakyat.comJakarta, CNBC Indonesia – Sejak berdiri tahun 1957, Astra sukses menguasai lebih dari 50% pasar otomotif di Indonesia. Berbagai merek penguasa jalanan, seperti Toyota, Daihatsu, Isuzu, sampai BMW, berada di bawah naungannya. Tak heran, Wiliiam Soerjadjaja atau Tjia Kian Liong dan keluarga ‘mandi uang’.

Sebagai penguasa pasar jelas keluarga Soerjadjaja mampu meluaskan bisnisnya. Perluasan bisnisnya tak jauh-jauh dari sektor otomotif, seperti membuat perusahaan asuransi kendaraan, misalnya. Namun, ada kalanya mereka membangun gurita bisnis baru di luar otomotif, yakni sektor perbankan.

Urusan di perbankan dikendalikan penuh oleh anaknya, Edward Soerjadjaja. Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Grup (2016) menyinggung urusan keluarga Soejadjaja di sektor ini.

Dalam uraian buku itu disebutkan kalau putra sulung William, Edward, membeli Bank Agung Asia pada 1988. Bank tersebut kemudian berubah nama menjadi Bank Summa, sesuai nama perusahaan yang dipimpin Edward, yakni Summa Group atau PT Summa International.

Dalam sekejap, bank yang awalnya terancam bangkrut itu tumbuh besar di tangan keluarga Soerjadjaja. Aset yang awalnya hanya Rp 200-an miliar, sejak diakuisisi Edward menjadi Rp 874 milliar. Tak hanya itu, Bank Summa berhasil masuk ke dalam 10 bank swasta terbaik di Indonesia pada akhir 1990.

Namun, kejayaan itu berubah pada 1992. Bank Summa dilanda krisis. Menurut Shalendra Sharma dalam The Asian Financial Crisis: New International Financial Architecture (2003), krisis ini disebabkan karena memburuknya kualitas portofolio pinjaman.

Banyak kontraktor yang menerima pinjaman dari Bank Summa tercatat gagal membayar cicilan. Ditambah lagi, Bank Summa juga terlilit hutang luar negeri mencapai Rp 1,5 triliun.

Pada kondisi ini, Bank Summa berada di posisi sulit. Selama dua bulan, Bank Indonesia intens mengadakan pembicaraan dengan para pemegang saham sekaligus meminta mereka memecahkan masalah secara mendiri. Sebab, bank sentral tidak bisa memberi bantuan untuk menyelamatkan bank tersebut.

Pada titik inilah, bantuan mengalir kepada Bank Summa dan keluarga Soerjadjaja. Banyak yang percaya kalau Bank Summa bangkrut, akan menimbulkan efek domino besar. Jika dibiarkan negara dan dunia usaha bakal rugi.

Salah satu yang memberi bantuan adalah penguasa keturunan Tionghoa bernama Mohammad Jusuf Hamka alias Alun Josef. Dia adalah petinggi utama Dayak Besar Group, perusahaan yang bermain di industri kayu dan kertas di Kalimantan.

Mengutip Amir Husin Daulay dalam William Soeryadjaya: Kejayaan dan Kejatuhannya (1993), pada Maret 1992 William diberi pinjaman oleh Jusuf Hamka sebesar Rp 200 miliar untuk menyelamatkan Bank Summa.

Alasan Jusuf Hamka sama seperti yang lain, yakni sama-sama tidak ingin Bank Summa memberikan efek domino kepada perekonomian negara. Jadi dengan menyelamatkan bisnis sahabatnya, bisnis sendiri juga terselamatkan.

Selain Jusuf Hamka beberapa pengusaha lain juga tercatat memberi bantuan, seperti Prajogo Pangestu dan Eka Tjipta Widjaja. Konon dari Rp 200 milliar yang dipinjamkan, dana baru terpakai Rp 100 miliar. Sisanya tak dipakai karena Bank Summa sudah terlanjur pailit. Bantuan yang mengalir begitu deras tetap tidak bisa menyelamatkan Bank Summa.

Di penghujung tahun 1992, izin Bank Summa resmi dicabut. Untuk menyelamatkan uang para nasabah William mengambil keputusan paling memilukan sepanjang hidupnya: menjual 76% kepemilikan saham di Astra International yang kala itu konglomerasi terbesar kedua di Indonesia.

Sejak itu, nama William menghilang dari kepemilikan Astra. Dia kehilangan pamor sekaligus mesin pendulang uang. Terkait pinjaman Jusuf Hamka, tidak diketahui nasib setelahnya. Namun pastinya setelah kejadian itu nama Keluarga Soerjadjaja meredup.

Sedangkan, Jusuf Hamka semakin naik daun sebagai pengusaha kayu yang kemudian beralih ke sektor jalan tol dengan memiliki PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan