Table of contents: [Hide] [Show]

kabinetrakyat.com – Banyak orang di Himalaya tidak punya akses ke layanan energi modern. Tapi “oven roket” bisa jadi solusinya. Oven jenis baru ini perlu kayu bakar lebih sedikit dari oven biasa.

Petani Uma Thakur dan keluarganya ingin suhu tempat tinggal mereka sehangat mungkin di musim dingin. Oven tradisional Bukhari yang mereka miliki digunakan untuk menghangatkan ruangan dan memasak.

Sayangnya, oven itu perlu banyak kayu bakar. Dia mengatakan, jika di luar turun salju, ia dan keluarganya kerap harus terus memanasi oven selama tiga hari berturut-turut. Ia menjelaskan, mereka juga menggunakannya untuk memasak, memanaskan air dan membuat roti.

Musim dingin di negara bagian Himachal Pradesh di India utara sangat panjang dan berat. Biasanya kaum perempuanlah yang mengumpulkan kayu bakar. Itu pekerjaan berat dan makan waktu.

Uma Thakur menjelaskan, mereka mengumpulkan kayu bakar sepanjang tahun. Baik musim dingin mapun panas. Setiap kali kaum perempuan ada waktu, mereka ke hutan dan mengumpulkan kayu.

Harga sebuah oven Bukhari hampir sejuta rupiah. Permintaannya bertambah di musim dingin. Warga lokal biasanya tidak menggunakan kompor atau pemanas berenergi listrik atau gas seperti untuk memanaskan air, karena mahal.

Karena kayu bakar relatif mudah didapat, oven Bukhari jadi opsi lebih mudah dan murah. Penjual Bukhari Pushp Raj mengatakan, di musim dingin, dia menjual antara 150 dan 200 Bukhari. Jika orang menggunakannya dari jam 8 pagi hingga 8 malam, berarti orang memerlukan 30 hingga 40 kilo kayu bakar per hari.

Pada dasarnya, konsumsi kayu bakar punya dampak negatif. Ini jadi salah satu penyebab deforestasi di kawasan Himachal Pradesh. Hutan-hutan dibuka untuk ladang atau jalanan, atau rusak karena kebakaran.

” Oven roket Himalaya ” jadi solusi bagus

Sekarang ada oven jenis baru, dan bisa jadi solusi bagi masalah. Namanya Himalayan Rocket Stove atau oven roket Himalaya .

Kompor diberi nama begitu karena suara yang keluar jika dipakai. Kompor itu punya dua ruang pembakaran.

Kayu terbakar dengan cara lebih efisien dan bersih. Jelaga yang diproduksi berkurang antara 80 persen hingga 90 persen dari biasanya. Begitu kata pembuatnya. Yang penting pula, oven ini menggunakan lebih sedikit kayu bakar.

Kompor Himalayan Rocket hanya perlu setengah dari jumlah kayu yang dibutuhkan kompor Bukhari. Begitu dijelaskan Tanzin Rigzin, yang bertugas menguji produk dan melayani kebutuhan pelanggan.

Di daerah Keylong, suhu di luar sekarang di bawah -10°C. Keluarga ini sudah membeli kompor jenis baru, karena di daerah itu kayu sulit ditemukan dan terlalu mahal untuk dibeli. Selain itu, keluarga ini juga ingin pemanas yang baik bagi mereka dan lingkungan hidup.

Rinzing Zangpo Chhelingpa yang tinggal di Keylong bersama keluarganya sudah mencoba oven jenis baru. Ia sangat puas, karena mereka tidak perlu banyak kayu bakar seperti dulu, dan jika emisinya lebih rendah, tentu juga baik bagi lingkungan hidup. Begitu dikatakannya.

Perusahaan pembuat kompor melihat diri mereka juga sebagai perusahaan sosial, dan sudah bisa menciptakan lapangan kerja bagi 20 orang. Perusahaan juga mendistribusikan kompor ke bagian lain kawasan itu.

Menurut Tanzin Rigzin, Himalayan Rocket Stove sekarang sudah digunakan di 6.500 rumah tangga, mulai dari daerah Ladakh dan Kashmir, Sikkim, Bhutan dan tentu juga Nepal, Shimla, serta Kinnaur di Himachal.

Jenis oven baru ini harganya tiga kali lipat harga sebuah oven Bukhari. Itu salah satu alasannya, mengapa oven efisien energi ini tidak diterima masyarakat dengan cepat. Tapi pembuatnya mengatakan, kerugian akan tertutup setelah sekitar 2 tahun, yaitu dari penghematan pembelian kayu.

Kabar tentang oven jenis baru belum sampai ke keluarga Umar Thakur. Juga sulit dibilang, apakah keluarga itu akan mampu membeli kompor yang harganya hampir Rp 2,8 juta. Tapi kompor baru pasti meringankan hidup kaum perempuan di keluarga itu.

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul .

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan