Pakar Nilai Investasi Pangan Swasta Beri Dampak Positif untuk Petani

kabinetrakyat.com – Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Ir Hariyadi, MS. Menilai masuknya investasi pangan swasta sebagai keniscayaan agar mampu memenuhi tuntutan pasar dan memperbaiki harga gabah di tingkat petani. Menurutnya, jika dikelola dengan baik, kehadiran swasta dalam budi daya padi akan memberi dampak positif bagi petani.

Dampak tersebut bisa dilihat dari peningkatan produksi, stok, dan kualitas pangan. Ia pun berharap hadirnya pihak swasta dapat membantu petani meningkatkan harga jual yang layak.

Hariyadi menyebut masuknya investasi swasta skala menengah dan besar dalam budi daya padi ini harus mengarah pada kemitraan usaha dengan petani. Harapannya, dengan ini petani menjadi salah satu bagian utama dalam proses penanaman modal serta bisa terjadi transfer pengetahuan mengenai praktik budi daya yang baik (good agriculture practices/GAP).

“Penerapan GAP bisa dimulai dengan penggunaan bibit unggul bersertifikat, pemupukan yang tepat, serta menggunakan teknologi maju dan ramah lingkungan. Tanpa penerapan GAP, produktivitas padi akan rendah dan dampaknya biaya produksi mahal,” kata Hariyadi dalam keterangan tertulis, Minggu (11/12/2022).

Dengan adanya kemitraan, petani akan mendapatkan transfer pengetahuan mengenai budi daya tanaman padi yang baik melalui GAP. GAP merupakan teknis penerapan sistem produksi pertanian yang menggunakan teknologi maju, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Dengan penerapan tersebut, produk panen aman dikonsumsi, kesejahteraan pekerja diperhatikan, dan usaha tani memberikan keuntungan ekonomi bagi petani.

“Kemitraan menjadi hal yang mutlak untuk menjawab berbagai kekhawatiran akibat masuknya investasi swasta dalam budi daya pangan. Sinergi harus dibangun dan aturan main harus ditegakkan agar petani tidak dirugikan,” ujarnya.

Selain peningkatan produktivitas, tambah Hariyadi, efisiensi pasca panen tetap harus dilakukan dalam kemitraan ini. Dengan adanya peningkatan produktivitas dan efisiensi, ia berharap Indonesia tidak hanya swasembada beras tetapi ke depannya mampu menjadi eksportir.

“Peningkatan produktivitas padi pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani,” sebutnya.

Berdasarkan data BPS, dengan adanya kemitraan, produktivitas padi semakin meningkat. Hariyadi merinci pada tahun 2019 sebesar 5,11 ton/ha, tahun 2020 sebesar 5,13 ton/ha, dan tahun 2021 sebesar 5,22 ton/ha. Di tingkat Asia, posisi produktivitas Indonesia sudah berada di peringkat kedua setelah Vietnam.

Data FAO pun menyebutkan di tahun 2018 Indonesia menduduki peringkat kedua dari 9 negara negara FAO di Benua Asia. Adapun urutannya Vietnam 5,89 ton/ha, Indonesia 5,19 ton/ha, Bangladesh 4,74 ton/ha, Philipina 3,97 ton/ha, India 3,88 ton/ha, Pakistan 3,84 ton/ha, Myanmar 3,79 ton/ha, Kamboja 3,57 ton/ha, dan Thailand 3,19 ton/ha.”Penggunaan benih unggul dan pupuk telah berkontribusi dalam peningkatan produktivitas tanaman,” tuturnya.

Ia mengatakan petani kini sudah familier dalam penggunaan benih padi unggul saat pergiliran tanaman. Sementara ketika pupuk kimia sulit, petani juga mulai dapat membuat sendiri pupuk organik dan hayati, sehingga menghemat biaya produksi usaha tani.

Haryadi menilai polemik investasi budi daya pangan harus disikapi bijak agar tidak menjadi bumerang yang memukul nasib petani. Sebaliknya, keberpihakan pada industrialisasi pangan yang menghasilkan nilai tambah harus terus didorong.

“Syaratnya, investasi swasta dilarang memasuki dan menguasai lahan-lahan petani yang sudah eksis,” lanjutnya.

Ia menambahkan pertumbuhan penduduk kelas menengah di Indonesia merupakan pangsa pasar yang besar bagi produk olahan beras. Namun, masih jauh tertinggal dengan China, Thailand, dan Myanmar yang telah mengembangkan diversifikasi produk beras untuk menghasilkan beragam produk sampingan beras.

“Peningkatan nilai tambah produk dengan sendirinya akan menambah pendapatan produsen atau petani,” tegasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan