Polisi Pakistan mengajukan tuduhan terorisme terhadap mantan Perdana Menteri Imran Khan, kata pihak berwenang, Senin (22/8), setelah ia mengadakan demonstrasi massal dalam usahanya kembali ke kekuasaan setelah digulingkan.

Tuduhan terorisme muncul terkait pidato Khan di Islamabad pada hari Sabtu di mana ia bersumpah untuk menuntut sejumlah pejabat kepolisian dan seorang hakim perempuan, serta menuduh bahwa seorang pembantu dekatnya telah disiksa setelah penangkapannya.

Khan sendiri tampaknya masih bebas dan belum menanggapi gugatan polisi yang diajukan terhadapnya. Partai politik Khan, Tehreek-e-Insaf, menerbitkan video online yang menunjukkan para pendukung Khan mengelilingi rumahnya dalam usaha menghalangi polisi mencapainya.

Polisi Ajukan Tuduhan Terorisme terhadap Mantan PM Pakistan

Seorang pendukung partai berkuasa Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) memegang plakat bergambar mantan perdana menteri Pakistan Imran Khan pada 27 Maret 2022. (Foto: AFP/Aamir QURESHI)

Tehreek-e-Insaf memperingatkan bahwa mereka akan mengadakan demonstrasi nasional jika Khan ditangkap.

Di bawah sistem hukum Pakistan, polisi mengajukan apa yang dikenal sebagai laporan informasi pertama tentang tersangka kepada seorang hakim, dan hakim itulah yang kemudian memutuskan apakah penyelidikan bisa dilakukan. Biasanya, polisi kemudian menangkap dan menanyai tersangka.

Laporan terhadap Khan mencakup kesaksian dari Hakim Ali Javed, yang menyatakan berada di rapat umum Islamabad pada hari Sabtu dan mendengar Khan mengkritik inspektur jenderal polisi Pakistan dan seorang hakim lainnya. Khan dilaporkan mengatakan: “Kalian harus siap, kami juga akan mengambil tindakan terhadap kalian. Kalian semua pasti malu.”

Khan bisa dikenai hukuman beberapa tahun penjara akibat tuduhan-tuduhan terkait ancamannya terhadap polisi dan hakim. Namun, sejauh ini ia tidak ditahan atas tuduhan-tuduhan lain yang lebih ringan yang dikenakan terhadapnya dalam kampanye-kampanye sebelumnya.

Peradilan Pakistan juga memiliki sejarah politisasi dan memihak dalam perebutan kekuasaan antara militer, pemerintah sipil dan politisi oposisi, menurut kelompok advokasi Freedom House yang berbasis di Washington.

Khan berkuasa pada 2018, dan berjanji akan mencegah Pakistan kembali ke jalur politik dinasti. Lawannya berpendapat ia terpilih berkat bantuan militer yang kuat, yang telah memerintah negara itu selama setengah dari 75 tahun sejarahnya. [ab/uh]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan