Rupiah Terus Ambruk, Jurus BI Gak Ampuh?

kabinetrakyat.com – Nilai tukar rupiah kembali terpuruk oleh dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (11/10/2022).

Rupiah tertekan setelah dolar AS di pasar spot yang bergerak di sekitar rekor tertingginya selama dua dekade.

Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya kembali menguat 0,18% ke posisi 113,34.

Kini, indeks dolar AS berada kian dekat dengan rekor tertinggi dua dekadenya di 114,7.

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terkoreksi sebanyak 0,1% ke Rp 15.325/US$ pada pembukaan pagi ini.

Kemudian, pada pukul 02:00 WIB, rupiah melemah Rp 15.365 per US$ atau melemah 0,36%.

Dari data BI, Januari hingga September 2022, mata uang Garuda telah melemah hingga 4,90%.

Tren pelemahan ini mengisyaratkan bahwa jurus Bank Indonesia (BI) belum menunjukkan tajinya.

Padahal, BI telah melakukan intervensi besar-besar. Hal ini tercermin dari cadangan devisa pada September 2022 yang merosot menjadi US$ 132,2 miliar atau turun tajam dibandingkan posisi US$ 146,9 miliar pada September 2021.

BI membenarkan bahwa cadangan devisa yang turun dipicu oleh intervensi nilai tukar.

Seperti diketahui, BI sejak menaikkan suku bunga acuan pada Agustus 20222, mengumumkan operasi khusus untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Operasi tersebut bernama ‘Twist Operation’.

Tidak hanya triple intervention, BI melakukan operation twist dengan menjual SBN tenor pendek dan membeli di tenor panjang. Dengan operasi ini, BI akan mendorong daya tarik SBN tenor panjang dengan harapan investor kembali masuk dan nilai tukar lebih stabil.

Namun, dari data BI, net sell di pasar SBN sejak awal tahun hingga 6 Oktober 2022 cukup besar, Rp 167,81 triliun.

Director Head of Indonesia Corporates Fitch Ratings Olly Prayudi mengungkapkan bahwa penerapan operation twist BI membuat minat investor ke obligasi korporasi akan lebih sedikit mengingat kupon SBN lebih menarik sehingga dapat berdampak terhadap minat penerbitan obligasi korporasi.

“Minat investor obligasi korporasi akan lebih sedikit karena sekarang banyak obligasi pemerintah yang tenornya sama tingkat bunganya atau kuponnya lebih menarik,” paparnya dalam Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Selasa (11/10/2022).

Alhasil, Olly yakin ini akan berpengaruh pada pasokan dan minat emiten-emiten untuk menerbitkan obligasi korporasi.

Dia mengungkapkan, kondisi ini akan memberatkan bagi emiten atau korporasi yang baru menjajal penerbitan obligasi.

Namun, bagi mereka yang telah memiliki rating kuat, kondisi ini tidak akan terlalu berpengaruh.

Dengan sepinya pasar obligasi korporasi ini, maka perusahaan di dalam negeri harus putar otak untuk melakukan pembiayaan terhadap operasi dan usahanya.

Bukan tidak mungkin, korporasi akan menghadapi kekeringan likuiditas.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan