Harapan Filipina Agar Terpidana Mati Mary Jane Diampuni Indonesia

kabinetrakyat.com – Upaya terbaru dilakukan Filipina untuk menyelamatkan terpidana mati kasus narkoba bernama Mary Jane Veloso (31). Filipina meminta grasi untuk Mary Jane yang tengah menunggu eksekusi mati di Indonesia.

Seperti diketahui, Mary Jane Veloso ditangkap di bandara Yogyakarta pada April 2010 setelah kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin. Dia mengklaim narkoba tersebut dijahitkan di dalam kopernya tanpa sepengetahuan dirinya.

Selama di persidangan, Mary Jane berkukuh dia tidak bersalah. Dia diadili dan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Indonesia.

Seperti dilansir AFP, Rabu (7/9/2022), Sekretaris Pers untuk Presiden Ferdinand Marcos Jr mengungkapkan bahwa permintaan grasi untuk Mary Jane itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Filipina Enrique Manalo saat bertemu Menlu Indonesia Retno Marsudi di Jakarta, pekan ini.

Pertemuan Menlu kedua negara digelar di sela-sela kunjungan kenegaraan Marcos Jr ke Indonesia.

“Menteri Luar Negeri Marsudi mengatakan dia akan berkonsultasi dengan Kementerian Hukum dan HAM mengenai masalah ini,” ucap Sekretaris Pers Presiden Marcos Jr, Trixie Cruz-Angeles, dalam pernyataan video via Twitter, sembari mengutip Kementerian Luar Negeri Filipina.

Selengkapnya di halaman selanjutnya

Baru-baru ini, eksekusi mati terhadap Mary Jane yang merupakan ibu dua anak itu ditunda, setelah seorang wanita yang diduga merekrut dirinya ditangkap di Filipina.

Kasus Mary Jane menarik perhatian besar tidak hanya di Filipina, tapi juga di Indonesia. Para pendukungnya mengklaim Mary Jane pergi ke Indonesia untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT), namun ditipu oleh sindikat narkoba internasional untuk membawa heroin.

Dalam pernyataannya, Cruz-Angeles menyatakan Kedutaan Besar Filipina di Jakarta ‘terus-menerus’ memberikan bantuan terhadap Mary Jane. Disebutkan juga bahwa Mary Jane dalam ‘kondisi baik’ di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Wonosari, Yogyakarta.

Tahun 2015 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunda eksekusi mati terhadap Mary Jane setelah Presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino, meminta agar Mary Jane menjadi saksi dalam kasus jaringan penyelundupan manusia yang menipunya untuk menyelundupkan narkoba.

Namun dalam pertemuan dengan pengganti Aquino, Rodrigo Duterte, tahun 2016, Jokowi mengatakan Duterte memberinya lampu hijau untuk mengeksekusi mati Mary Jane. Filipina membantah klaim itu, dengan mengatakan Duterte hanya berjanji untuk menghormati apapun hasil dari proses peradilan Indonesia.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham buka suara. Ditjen PAS mengatakan pengajuan grasi merupakan hak semua narapidana.

“Semua warga binaan mempunyai hak yang sama, seperti yang sudah kami sampaikan, seluruh narapidana memiliki hak yang sama termasuk Mary Jane juga memiliki hak yang sama untuk dapat mengajukan grasi,” kata Koordinator Hubungan Masyarakat dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti kepada wartawan.

Rika mengatakan setiap narapidana boleh mengajukan grasi. Namun, dia menyebut setiap pengajuan harus melalui proses.

“Disilakan untuk mengajukan grasi tapi tentunya ada prosesnya,” katanya.

Menurutnya, pengajuan grasi tersebut ditujukan kepada presiden. Dia menyebut kasus apapun boleh mengajukan grasi.

“Grasi ini memang ditunjukkan atau diusulkan atau dimohonkan kepada presiden. Sekali lagi siapapun itu, apapun kasusnya disilakan untuk melaksanakan haknya untuk mengusulkan grasi,” tuturnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya

Mary Jane, putri bungsu dari 5 bersaudara dari keluarga tak mampu. Dia menikah muda, di usia 17 tahun dan memiliki 2 anak. Namun Mary Jane bercerai dengan suaminya. Untuk membiayai kehidupan dan kedua anaknya, Mary Jane akhirnya menjadi TKW ke Dubai, Uni Emirat Arab, pada 2009. Di Dubai, Mary Jane bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) selama 9 bulan.

Majikan Mary Jane saat itu mencoba memperkosanya hingga akhirnya dia keluar dan kembali ke Filipina. Seorang teman yang dikenal keluarga Mary Jane akhirnya menawarkan pekerjaan sebagai ART di Malaysia, demikian dilansir GMA Network edisi 8 April 2015.

Sesampai di Malaysia, Mary Jane diberi tahu bahwa lowongan ART di Malaysia sudah tidak tersedia dan diberi tahu ada lowongan ART di Indonesia. Akhirnya Mary Jane pun diminta terbang ke Indonesia.

Mary Jane dititipi sebuah koper dengan upah USD 500. Namun, sesampai di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, pada 2010, Mary Jane ditangkap dengan barang bukti heroin seberat 2,6 kilogram.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan