kabinetrakyat.com – Arus balik Lebaran biasanya identik dengan melonjaknya jumlah Pekerja Rumah Tangga ( PRT ) yang dibawa dari desa ke kota. Calon pemberi kerja dan calon PRT yang sama-sama memiliki kebutuhan mendesak disarankan untuk tetap memerhatikan dan menyepakati situasi pekerjaan yang akan dijalankan.

Menurut Koordinator Jaringan Advokasi Nasional PRT (Jala PRT ), Lita Anggraini, perekrutan PRT memang biasa terjadi setelah Lebaran . Namun, kebanyakan adalah PRT yang ingin berganti bos atau pemberi kerja.

“Mereka biasanya sudah di usia cukup dewasa atau sudah menikah. PRT usia anak sekarang ini sudah menurun jumlahnya, tapi memang masih ada,” kata Lita, pada Minggu, 30 April 2023.

Dikatakannya, dalam kondisi sesudah Lebaran , kedua pihak berada dalam situasi sama-sama membutuhkan dengan segera. Akhirnya, mereka mengabaikan proses wawancara langsung yang seharusnya menjadi sarana untuk saling memastikan bahwa PRT yang akan dipekerjakan memiliki keterampilan sesuai permintaan calon pemberi kerja.

Sebaliknya, PRT juga mengetahui bahwa hak dan kewajibannya sesuai dengan yang sudah disampaikan ke penyalur maupun calonya. Namun, kondisi yang sering terjadi adalah calon bos ingin proses cepat karena dia sudah harus kembali bekerja. Apalagi, keluarga yang biasanya membutuhkan PRT untuk pengasuhan anak. Sementara, PRT juga dalam kondisi mendesak membutuhkan pekerjaan.

“Yang satu, yang penting bisa berangkat untuk kerja. Yang 1 lagi, yang penting dapat PRT . Kedua belah pihak lupa mengecek satu sama lain, tidak memastikan bagaimana situasi kerja, pekerjaannya sesuai atau tidak,” ujarnya.

Hal itu berdampak pada ketidakcocokan yang bisa menimbulkan konflik. Padahal, calon pemberi kerja biasanya sudah memberikan jasa perekrutan ke penyalur senilai Rp2 juta-Rp3 juta.

“Kasus yang kami temui, PRT yang diberikan penyalur tidak sesuai yang dijanjikan. Pnyealur juga tidak memberikan latihan atau pembekalan, apalagi PRT baru. Akhirnya PRT tidak betah, bos tidak cocok, tapi PRT diminta mengembalikan uang perekrutan dengan potong upah dan sampai ditahan upahnya. Padahal, harusnya penyalur yang bertanggung jawab,” tuturnya.

Ia pun mengingatkan aparat desa, RT/RW, dan keluarga untuk mewaspadai saat seseorang akan pergi sebagai PRT . Setelah tinggal bersama bosnya, tapi 2 hari berturut-turut tidak bisa dihubungi, itu menjadi alarm untuk mewaspadai keamanan PRT karena kasus yang sering terjadi dimulai dari pembatasan akses komunuikasi.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) juga berupaya mengantisipasi melonjaknya jumlah PRT seiring dengan arus balik Lebaran . Fenomena ini harus diantisipasi dengan baik karena tidak sedikit dari mereka adalah perempuan-perempuan muda yang dibawa oleh PRT lainnya dengan iming-iming tertentu.

Menurut Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, ia menyadari pentingnya perlindungan bagi perempuan dan anak yang kerap kali menjadi obyek perekrutan PRT dengan iming-iming tertentu tersebut. Akan tetapi, saat ini kebijakan perlindungan PRT belum komprehensif karena masih dalam bentuk Peraturan Menteri, yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015.

Peraturan itu, kata dia, hanya berlaku bagi pekerja dan pengguna yang melalui Lembaga Penyalur PRT (LPPPRT). Belum ada kebijakan yang mengatur mengenai PRT maupun pengguna yang tidak melalui LPPPRT. Hal ini menyebabkan lemahnya perlindungan bagi PRT maupun pengguna, dan para PRT rentan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk memperoleh keuntungan.

Hal itu harus diantisipasi melalui keterlibatan berbagai pihak di daerah. Utamanya untuk mengedukasi calon pekerja perempuan agar mereka mencari pekerjaan melalui jalur dan prosedur yang benar.

“Ini bukan semata tanggung jawab pemerintah pusat melainkan semua elemen masyarakat untuk sama-sama peduli terhadap fenomena yang kerap terjadi setelah Lebaran ,” katanya melalui rilis Sabtu, 29 April 2023.

Bintang menyatakan, pentingnya perlindungan terhadap pekerja rumah tangga mengingat selama ini PRT yang sebagian besar dari kalangan perempuan sangat rentan terhadap kekerasan, diskriminasi, hingga eksploitasi. KemenPPPA mencatat jumlah PRT di Indonesia mencapai hampir 2 juta jiwa, dan 18 persen di antaranya adalah PRT anak yang berumur di bawah 18 tahun, dan 84 persen di antaranya adalah perempuan.

“Saya mendorong dan mengajak berbagai pihak untuk mengikuti prosedur yang benar dalam perekrutan PRT dan memastikan mereka mendapatkan jaminan perlindungan. Selain itu di daerah-daerah penting kiranya kembali kita galakkan pelatihan wirausaha dan keterampilan untuk remaja perempuan agar mereka kelak dapat mandiri dan berwirausaha,” katanya.

Lita Anggraini mengatakan, berbagai masalah terkait PRT memang masih membutuhkan banyak perbaikan. Utamanya supaya sistem perekrutan dan penempatan harus berbasis perlindungan bagi PRT maupun pemberi kerja.Pada masa sidang di bulan MEI, DPR akan melanjutkan pembahasan mengenai RUU Perlindungan PRT .

Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan masih menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah untuk segera diserahkan ke DPR RI selanjutnya dilakukan pambahasan-pembahasan hingga disahkannya menjadi UU perlindungan bagi pekerja rumah tangga .

“RUU ini penting untuk disahkan menjadi UU supaya ada pengecekan langsung antara PRT dan calon bos saat perekrutan dan penempatan. Ada interview langsung, ada kesepakatan kerja,” kata nya.***

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan